--> Skip to main content

hakikat membaca

  1. Hakikat Membaca
  2. Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif. Karena dengan membaca seseorang akan dapat memperoleh informasi, ilmu pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan orang tersebut mampu memperluas daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya. Dengan demikian kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapapun yang ingin maju dan meningkatkan diri. Membaca merupakan salah satu kunci utama untuk memasuki istana ilmu, berperan sebagai landasan yang mantap serta kegiatan yang menyajikan sumber-sumber bahan yang tak pernah kering bagi berbagai aktifitas ekpresif dan produktif dalam kehidupan sehari-hari. (Amir, 1996:26).
    Pembelajaran membaca memang mempunyai peranan penting sebab melalui pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kualitas anak didik. (Akhadiah, 1992:29). Membaca bukanlah sekedar menyuarakan lambing-lambang tertulis tanpa mempersoalkan rangkaian kata-kata atau kalimat yang dilafalkan tersebut dipahami atau tidak, melainkan lebih dari itu. Tingkatan membaca seperti itu tergolong jenis membaca permulaan. Pembelajaran membaca di kelas I dan kelas II merupakan pembelajaran membaca permulaan (tahap awal). Kemampuan membaca yang diperoleh siswa kelas I dan kelas II akan menjadi dasar pembelajaran membaca lanjut. Oleh sebab itu pembaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru supaya dapat memberikan dasar yang kuat, sehingga pada tahap membaca lanjut siswa sudah memiliki kemampuan membaca yang memadai. Di sekolah dasar membaca dan menulis merupakan faktor utama yang perlu dilatih dari dini. Dengan membaca dan menulis kita bisa mengikuti perkembangan pembelajaran di segala bidang. Tidak hanya dalam pembelajaran bahasa saja.
    Pada hakikatnya, aktifitas membaca terdiri dari dua bagian, yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca sebagai proses mengacu pada aktifitas fisik dan mental. Sedangkan membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktifitas yang dilakukan pada saat membaca. Proses membaca sangat kompleks dan rumit karena melibatkan beberapa aktifitas, baik berupa kegiatan fisik maupun kegiatan mental. Proses membaca terdiri dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah:
    1. Aspek Sensori, yaitu kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis,
    2. Aspek Perseptual, yaitu kemampuan untuk menginterpresentasikan apa yang dilihat sebagai simbol,
    3. Aspek Skemata, yaitu kemampuan menghubungkan informasi tertulis dengan struktur pengetahuan yang telah ada,
    4. Aspek Berpikir, yaitu kemampuan membuat inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari,
    5. Aspek Afektif, yaitu aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh terhadap kegiatan membaca.

  3. Pengertian Membaca
  4. Membaca adalah usaha memahami bacaan sebaik-baiknya; jika teks yang dilafalkan maka pembelajarannya jelas dan fasih, tepat informasi dan penjedaannya, sehingga komunikatif dengan pendengar, dan juga ditandai oleh suatu pemahaman teks. (Amir, 1996:2). Membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan melisankan atau hanya di hati. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, 2002:18). Membaca adalah merupakan perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerjasama beberapa keterampilan, yakni mengamati, memahami dan memikirkan. (Yasin Burhan, 1971:90). Menurut Ronald Barker dan Robert Ekskarpit (1975:155), membaca merupakan penangkapan dan pemahaman ide, aktifitas pembaca yang diiringi curahan jiwa dalam menghayati naskah. Setelah proses yang bersifat mekanis tersebut berlangsung, maka nalar dan intuisi kita bekerja pula, berupa proses pemahaman dan penghayatan. Dengan penghayatan, pembaca berarti telah pula merasakan nuansa naskah sehingga bisa pula melangsungkan perenungan. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. (H.G. Taringan, 1985:7). Menurut Ahmad S Harja Sujana (1985:3) menyatakan bahwa membaca merupakan kegiatan yang merespon lambing-lambang tertulis dengan menggunakan pengertian yang tepat.
    Semua pengertian di atas benar, hanya masalahnya dari sudut manakah kita memandang dan dalam konteks apa. Membaca yang hanya terbatas pada pembunyian lambang tertulis dan pelafalan kata tanpa harus memahami naskah dinamakan membaca permulaan. Membaca yang sudah berusaha untuk memahami bacaan dinamakan membaca lanjut. (Tim Penyusun Kamus Pusat Indonesia, 2002:8). Jadi muara akhir kegiatan membaca adalah memahami ide atau gagasan yang terkuat, tersirat bahkan tersorot dalam bacaan. Dengan demikian pemahamanlah yang menjadi produk membaca yang bisa diukur. Selain fakta penangkapan dan pemahaman, membaca juga mementingkan ketepatan dan kecepatan. Idealnya, kita bisa membaca dalam waktu yang singkat untuk bahan relative banyak, dengan tingkat pemahaman yang tinggi dan selaras dengan maksud penulis. Aktifitas membaca membutuhkan pula kompetensi / kemampuan bahasa, kecerdasan tertentu dan referen kehidupan yang luas. Faktor-faktor yang mendasar tadi, tidak bersifat statis melainkan menulis harus semakin bertambah karena kegiatan membaca, disamping lantaran aktifitas yang lain. Pada saat kita aktif membaca, referen kehidupan, intelektualitas dan khazanah kata, kita pun meningkat artinya semakin aktif kita membaca maka akan semakin tinggi pengetahuan yang kita dapatkan.
  5. Jenis-jenis Membaca
    Berdasarkan cara membaca, membaca dibedakan menjadi:
    1. Membaca Bersuara (membaca nyaring).
      Yaitu membaca yang dilakukan dengan bersuara, biasanya dilakukan oleh kelas tinggi / besar. Sebenarnya apabila kita berpegang pada batasan-batasan tentang membaca, semua perbuatan membaca tentu saja kedengaran orang lain. Perbedaannya terletak pada persoalan berapa jauh suara bacaan dapat didengar orang lain. Istilah membaca keras maksudnya membaca dengan suara nyaring. Oleh karena itu adalah istilah, "membaca nyaring". Mengapa harus bersuara keras atau nyaring karena perlu didengar oleh orang lain. Biarpun membaca untuk diri sendiri, bagi anak kelas I mempunyai kebiasaan keras atau nyaring. Tujuan membaca keras agar guru dan kawan sekelas dapat menyimak. Dengan menyimak guru dapat memperbaiki bacaan siswa. Pelaksanaan membaca dapat memperbaiki bacaan siswa. Pelaksanaan membaca keras bagi siswa Sekolah Dasar dilakukan seperti berikut:
      1. Membaca Klasikal
        Yaitu membaca yang dilakukan secara bersama-sama dalam satu kelas. Membaca klasikal biasa dilaksanakan di kelas I. Dengan tujuan supaya anak yang belum lancar membaca bisa menirukannya lebih dahulu.
      2. Membaca Berkelompok
        Yaitu membaca yang dilakukan oleh sekelompok siswa dalam satu kelas. Biasanya dilakukan secara berderet. Satu deret dijadikan satu kelompok. Dengan membaca kelompok guru dapat memperhatikan lebih serius (khusus) anak-anak yang sudah lancar membaca ataupun yang belum lancar membaca. Bagi anak-anak yang belum lancar membaca biasanya cenderung diam (tidak menirukan).
      3. Membaca Perorangan
        Yaitu membaca yang dilakukan secara individu. Membaca perorangan diperlukan keberanian siswa dan mudah dikontrol oleh guru. Biasa dilaksanakan untuk mengadakan penilaian.
    2. Membaca dalam Hati
      Membaca dalam hati yaitu membaca dengan tidak mengeluarkan kata-kata atau suara. Dengan membaca dalam hati siswa dapat lebih berkonsentrasi, sehingga lebih dapat memahami isi yang terkandung dalam sebuah bacaan. Membaca dalam hati sebenarnya membaca bagi orang dewasa atau orang tua. Tidak semua siawa SD dapat membaca dalam hati. Membaca dalam hati siswa SD tetap dilakukan dengan membaca bersuara atau membaca secara berbisik-bisik. Tidak dapat dilaksanakan secara sempurna. Khusus kelas I dan kelas II tidak ada pembelajaran membaca dalam hati. Kelas III-IV dapat dilatih membaca dengan suara bisik-bisik. Sedang kelas V-VI dapat membaca dalam hati secara lebih baik.
      Tujuan pembelajaran membaca dalam hati agar siswa dapat:
      1. berkonsentrasi fisik dan mental
      2. membaca secepat-cepatnya
      3. memahami isi
      4. menghayati isi
      5. mengungkapkan kembali isi bacaan.
      Konsentrasi fisik maksudnya siswa (pembaca) dapat bebas sikap duduknya. Pandangan mata teramat pada seluruh kalimat yang akan dibaca sebelum mengucapkan (dalam hati) kalimat itu. Konsentrasi mental yaitu memerlukan ekstra penilaian. Pemikiran kita harus tertuju pada bacaan yang sedang dihadapi. Tidak boleh membaca dalam hati dengan pemikiran yang gundah dan kacau. Hasilnya pasti yidak maksimal, bahkan sering tejadi melamun, membayangkan apa yang ada pada angan-angan. Hal ini sering terjadi dan tidak diketahui oleh seorang guru, karma sama-sama dengan posisi diam. Membaca dalam hati juga berusaha membaca secepat-cepatnya. Antara anak satu bangku saja bisa selesainya tidak secara bersamaan, tergantung konsentrasi si pembaca tersebut. Waktu yang dibutuhkan akan lebih sedikit. Siswa pun akan lebih terkondisi, dengan membaca dalam hati, anak-anak tidak ada yang bermain sendiri. Membaca dalam hati dapat menarik minat para siswa agar lekas mengetahui atau memahami isi bacaan. Apabila latihan membaca dalam hati kerap dilaksanakan akan dapat meninbulkan suasana demonstratif dari para siswa untuk lekas dapat mengungkapkan kembali isi bacaan. Pemahaman isi tidak melalui pendengaran terlebih dahulu.
    3. Membaca teknik
      Membaca teknik hampir sama dengan membaca keras. Pembelajaran membaca teknik meliputi pembelajaran membaca dan pembelajaran membacakan. Membaca teknik lebih formal, mementingkan kebenaran pembaca serta ketepatan intonasi dan jeda. Dengan mengacu pada pelafalan yang standar, kegiatan membaca teknikser langsung memasuki kegiatan pembaca berita, pengumuman, ceramahi, berpidato, dsb. ( Amin ; 1996 : 28 ). Pembelajaran membaca dimaksudkan agar siswa dapat membaca untuk keperluan diri sendiri dan untuk keperluan siswa lain. Pembaca lebih bertanggung jawab kepada lafal dan lagu, serta isi bacaan. Pembelajaran membacakan pembaca bertanggung jawab atas lagu dan lafal. Tetapi kurang bertanggun jawab akan isi bacan. Yang lebih baik akan isi bacaan ialah pendengar atau para pendengarnya. Membaca teknik ialah cara membaca yang mencakup sikap, dan intonasi bahasa.
      Latihan-latihan yang diperlukan diantaranya :
      • Latihan membaca di tempat duduk.
      • Latihan membaca di depan kelas.
      • Latihan membaca di mimbar.
      • Latihan membacakan. ( Depdiknas ; 2002 : 44 )
      Untuk itu jenis-jenis membaca yang perlu dikembangkan di dunia pendidikan berdasarkan tekniknya adalah :
      1. Membaca intensif
        Membaca intensif menitik beratkan pada persoalan pemahaman yang mendalam, pemahaman ide-ide naskah dari ide pokok sampai ide penjelas. Pada umumnya menggunakan objek kajian karya-karya ilmiah seperti buku pelajaran perkuliahan, hanya analisis, dsb. ( Amin ; 1996 : 27 ).
      2. Membaca kritis
        Membaca krirtis merupakan tahapan lebih jauh dari pada membaca intensif, dan dianggap sebagai kegiatan membaca yang bertataram lebih tinggi. Hal ini karena ide-ide buku yang telah dipahami secara baik dan detail, perlu respons (ditanggapi/dikomentari), bahkan dianalisis. Membaca kritis mensyaratkan pembacanya bersikap cermat, teliti, korektif, bisa menemukan kesalahan dan kejanggalan dalam teks, baik dilihat dari sudut isi maupun bahasanya, serta mampu pula membetulkan kesalahan-kesalahan itu. Membaca kritis sangat dibutuhkan sebagian landasan dan untuk kepentingan penulisan resensi buku, kritik sastra, analisis bacaan ilmiah dan sastra serta pembuatan mamakalah banding. Objek kajian membaca kritis tidak terbatas pada karya-karya ilmiah saja, buku-buku sastrapun dapat digunakannya. Pembaca kritis diminta menegakkan sikap objektif dan sportivitas serta cukup punya keterbukaan dan kedinamisan. ( Amin ; 1996 : 27 ).
      3. Membaca cepat
        Membaca cepat penting kita kuasai berkenaan dengan perolehan informasi-informasi keseharian. Membaca cepat dilaksanakan secara zig-zag atau vertical, punya prinsip melaju keras. Membaca cepat hanya mementingkan kata-kata kunci atau hal-hal yang penting saja, ditempuh dengan jalan melompat kata-kata dan ide penjelas.
      4. Membaca apresiatif dan membaca estetis
        Dua kegiatan membaca ini agak bersifat khusus karena berhubungan dengan nilai-nilai efektif dan factor intensis/perasaan. Objek kajiannya terutama hanya sastra serta bacaan-bacaan lain yang ditukis denfgan bahasa yang indah. Tujuannya adalah pembinaan sikap apresiatif, suatu penghayatan dan penghargaan terhadap nilai-nilai kaindahan dan nilai-nilai kejiwaan (spiritual). Merekapun demikian, factor pemahaman makna teks juga tidak boleh diabaikan sebab hakikat membaca memanglah memahami maksud yang terkandung dalam naskah.
        Membaca apresiatif kita lakukan, karena kita menyadari bahwa buku-buku agama filsafat, buku-buku pendidikan dan psikologi, sungguh perlu didekati dengan sikap apresiatif, sikap penuh kecintaan dan penghayatan. Khusus membaca estetis, ia perlu disesuaikan dengan pelafalan yang jelas dan fasil, serta berirama tertentu. Yang penting, naskah atau hanya sastra yang dibaca itu terasa lebih hidup serta mampu menyentuh batin dan rasa haru pembaca ( Amin ; 1996 : 28 ).
      Berdasarkan tujuan khusus membaca dibedakan menjadi :
      1. Membaca indah
        Membaca indah ialah membaca yang amengutamakan keindahan bahasa atau keindahan bacaan. Pembelajaran membaca indah selalu teringat kepada pembelajaran kesusastraan. Pembelajaran membaca indah tidak dialog, drama dan pantun. Sebagaimana kita ketahui bahwa cakapan bahasa yang menggunakan kalimat-kalimat langsung termasuk bahasa indah. Pembelajaran bahasa indah dapat mengarahkan kepada siswa agar dapat menghayati dan menjiwai isi bacaan. Bagi siswa-siswa SD latihan melagukan kalimat-kalimat berita, kalimat perintah, kalimat Tanya dengan bermacam situasi termasuk latihan membaca indah.
      2. embaca pustaka
        Tujuannya agar siswa dapat menambahkan dan mengembangkan pengetahuan mereka disamping pelajaran-pelajaran yang diterima dari guru. Dari pembelajaran bahasa, kegiatan membaca perpustakaan juga dapat menambah pengetahuan siswa tentang kakayaan kosakata kita ( Depdiknas ; 2002 : 44 ).
      3. Membaca bebas,
        Yang dimaksud membaca bebas ialah kegiatan membaca disekolah apabila ada waktu senggang. Waktu senggang ialah waktu-waktu pelajaran yang kosong dan istirahat. Buku bacaan untuk mengisi waktu kosong adalah Koran, majalah, komik dan buku perpustakaan. ( Depdiknas ; 2002 : 44 ).

Tujuan, Fungsi dan Manfaat Membaca

  1. Tujuan membaca
    Tujuan membaca secara umum yaitu mampu membaca dan memahami teks pendek dengan cara lancar atau bersuara beberapa kalimat sederhana dan membaca puisi ( Depdiknas ; 2004 : 15 ).
    Menurut kurikulum 1994 tujuan membaca yaitu :
    1. Mampu memahami gagasan yang didengar secara langsung atau tidak langsung.
    2. Mampu membaca teks bacaan dan menyimpulkan isinya dengan kata-kata sendiri.
    3. Mampu membaca teks bacaan secara cepat dan mampu mencatat gagasan-gagasan utama ( Depdiknas ; 1994 : 18 ).
    Jadi tujuan akhir membaca intinya adalah memahami ide, kemampuan menangkap makna dalam bacaan secara utuh, baik dalam bentuk teks bebas, narasi, prosa ataupun puisi yang disimpulkan dalam suatu karya tulis ataupun tidak tertulis.
  2. Fungsi Membaca
    Kegiata membaca yang merupakan jantungnya pendidikan memiliki fungsi sebagai berikut:
    1. Fungsi Intelektual
      Dengan banyak membaca kita dapat meningkatkan kadar intelektualitas, membina daya nalar kita. Contoh : membaca buku-buku pelajaran, karya-karya ilmiah, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, dll. (Amir, 1996:4)
    2. Fungsi Pemacu Kreatifitas
      Hasil membaca kita dapat mendorong, menggerakkan diri kita untuk berkarya, didukung oleh keluasan wawasan dan pemilihan kosa kata. Contoh : buku ilmiah, bacaan sastra, dll.
    3. Fungsi Praktis
      Kegiatan membaca dilaksanakan untuk memperoleh pengetahuan praktis dalam kehidupan, misal: teknik memotret, teknik memelihara ikan lele, resep membuat minuman dan makanan, cara merawat tanaman, dll.
    4. Fungsi Religious
      Membaca dapat digunakan untuk membina dan meningkatkan keimanan, memperluas budi, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
    5. Fungsi Informatif
      Dengan banyak membaca bacaan, informasi lebih cepat kita dapatkan. Contoh: dengan membaca majalah dan Koran dapat kita peroleh berbagai informasi yang sangat penting atau kita perlukan dalam kehidupan sehari-hari.
    6. Fungsi Rekreatif
      Membaca digunakan sebagai upaya menghibur hati, mengadakan tamasya yang mengasyikkan. Contoh: bacaan-bacaan ringan, novel-novel, cerita humor, fariabel karya sastra, dll.
    7. Fungsi Sosial>br/> Kegiatan membaca mempunyai fungsi social yang tinggi manakala dilaksanakan secara lisan atau nyaring. Dengan demikian kegiatan membaca tersebut langsung dapat dimanfaatkan oleh orang lain mengarahkan sikap berucap, berbuat dan berpikir. Contoh: pembacaan berita, karya sastra, pengumuman, dll.
    8. Fungsi Pembunuh Sepi
      Kegiatan membaca dapat juga dilakukan untuk sekedar merintang-rintang waktu, mengisi waktu luang. Contoh: membaca majalah, surat kabar, dll. (Amir, 1996:5)

  3. Manfaat Membaca
    Selain fungsi tersebut diatas, kegiatan membaca mendatangkan berbagai manfaat, antara lain:
    1. Memperoleh banyak pengalaman hidup.
    2. Memperoleh pengetahuan umum dan berbagai informasi tertentu yang sangat berguna bagi kehidupan.
    3. Mengetahui berbagai peristiwa besar dalam peradaban dan kebudayaan suatu bangsa.
    4. Dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir di dunia.
    5. Dapat mengayakan batin, memperluas cakrawala pandang dan piker, meningkatkan taraf hidup, dan budaya keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa.
    6. Dapat memecahkan berbagai masalah kehidupan, dapat mengantarkan seseorang menjadi cerdik dan pandai.
    7. Dapat memperkaya perbedaan kata, ungkapan, istilah, dll yang sangat menunjang keterampilan menyimak, berbicara dan menulis.
    8. Mempertinggi potensialitas setiap pribadi dan mempermantap desistensi, dll. (Amir, 1996: 6)
    Demikian besar manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan membaca. Emerson, seorang filosof kenamaan yang mengharapkan setiap orang (termasuk pelajar) dapat membiasakan diri sebagai pembaca yang baik. Dengan kebiasaan itu seseorang dapat menimba berbagai pengalaman dan pengetahuan, moral, peradaban, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi dapat sampai pada tingkat perkembangannya yang sekarang ini merupakan akibat langsung dari pembacaan buku-buku besar. Hal di atas dipertegas lagi oleh Lin Yut'ang seorang filosof terkenal Cina yang menyatakan bahwa orang yang tidak mempunyai kebiasaan membaca yang baik, akan terpenjara dalam dunianya, baik dalam segi waktu dan ruang. Hal ini berarti ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang terjadi pada lingkungan dekatnya dan hanya berhubungan dengan orang-orang tertentu saja. Dengan demikian semakin aktif seseorang membaca maka akan semakin tinggi pengetahuan yang didapatkan, tidak terpenjara dalam dunianya.
  4. Kebiasaan dalam Membaca
    1. Kebiasaan yang baik diantaranya:
      1. Berkonsentrasi penuh terhadap bahan bacaan.
      2. Pada saat membaca membawa alat tulis untuk membuat tanda-tanda, catatan kesil, atau rangkuman dan semacamnya.
      3. Membaca secara berencana, teratur, dan sistematis.
      4. Sikap yang baik pada saat membaca dan mengatur jarak mata dengan buku + 25-30 cm.
      5. Menjaga kesehatan jasmani maupun rohani, terlebih lagi kesehatan mata yang merupakan alat penting dalam aktifitas baca.
      6. Rajin memanfaatkan jasa perpustakaan secara pribadi.
      7. Setiap kali membaca 1-2 jam, seyogyanya beristirahat.
    2. Kebiasaan yang kurang baik dalam membaca terutama membaca pada tingkat lanjut:
      1. Membaca dengan bersuara atau vokalisasi / subvokalisasi.
      2. Membaca dengan bibr bergerak, atau komat-kamit seperti pembacaan mantra.
      3. Membaca dengan menggerakkan kepala mengikuti baris bacaan dari kiri ke kanan.
      4. Membaca dengan menunjuk baris bacaan dengan jari, pensil, atau alat lainnya.
      5. Membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat.
      6. Regresi : mengulangi kata-kata yang telah dibaca.
      7. Terlalu banyak memperhatikan butir demi butir informasi sehingga gagal memberikan makna bacaan secara utuh, menemukan ide pokok.
      8. Kebiasaan membaca terlalu cepat sehingga kurang memperhatikan kata-kata kunci. Perolehan makna tidak sesuai dengan maksud penulis sehingga menyebabkan salah tafsir.
      9. Pandangan tentang suatu topic sangat kuat sehingga dalam menafsirkan teks hanya menurut pandangan dan pengalaman diri sendiri bukan apa sebenarnya yang dimaksud dalam teks.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Akhadiah. Sabarti, dkk. 1992/1993. Bahasa Indonesia III. Jakarta. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
  2. Andayani, dkk. 2009. Materi Pokok Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta. Universitas Terbuka.
  3. Darmiyati. Zuchdi, dkk. 1999/2000. Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta. Dirjen dikti. Depatemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
  4. Depdiknas, 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.
  5. Depdiknas. 2006. Kurikulum KTSP Kelas I. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.
  6. Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis. 1983. Petunjuk Khusus Bidang Pengajaran Bahasa Indonesia Buku II Pengembangan dan Pengadminstrasian Program. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  7. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. 1991/1992. Petunjuk Pengajaran Membaca dan Menulis Kelas I di Sekolah Dasar. Jakarta. P2MSK.
  8. Mikarsa, Hera Lestari, dkk. 2007. Materi Pokok Pendidikan Anak di SD Edisi 1. Jakarta. Universitas Terbuka.
  9. Puji Santoso, dkk. 2009. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta. Universitas Terbuka.
  10. Rusna Ristasa Augusta. 2010. Pedoman Penyusunan Laporan Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Departemn Pendidikan Nasional. Jakarta. Universitas Terbuka.
  11. St. Y. Slamet. dkk. 1996. Peningkatan Keterampilan Bahasa Indonesia (Bahasa Lisan Dan Bahasa Tertulis). Surakarta. D II/Semester I/3 SKS. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
  12. Sumantri, Mulyani, 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung. CV Maulana.
  13. Suyatno. H. Dkk. 2008. Indahnya Bahasa Dan Sastra Indonesia. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
  14. Tarigan. Djago. Drs. dkk. 2006. Materi Pokok Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta.Universitas Terbuka.
  15. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Depdiknas.
  16. Wardhani, I Gak, dkk. 2007. Penelitian Tindkaan Kelas. Jakarta. Universitas Terbuka.
  17. Winataputra, H. Udin S. dkk.2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Universitas Terbuka.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar