Jangan Sampai Menjadi Budak Teknologi
Perkembangan teknologi komunikasi kini sudah sangat pesat, serta perkembangan teknologi dalam beberapa aspek sudah mengubah pola kehidupan masyarakat.
Mari kita merenung sejenak. Siklus hidup harian kita, dari mulai kita bangun tidur sampai kita tidur kembali.
Tuhan menciptakan manusia sebagai khalifatullah, khalifah di muka bumi ini, bagi dunia dan seluruh isinya, semua sumbernya dan semua bendanya. Syed Abul Hasan Ali Nadwi mengatakan;
Manusia bukan untuk menjadi budak benda (materi) tetapi untuk membuat materi menjadi budaknya atau membuatnya untuk menjadi abadi Tuhan dan untuk memanfaatkannya dalam memenuhi kehendak Tuhan.
Sudah jelas bukan? Teknologi bukanlah majikan yang harus kita taati. Ia hanya benda/barang yang mempunyai nilai guna/kekuatan netral untuk melayani manusia walaupun teknologi berusaha menjadikan kita budaknya.
Sama-sama kita merasakan, perubahan hidup kita semenjak teknologi mulai berkembang dan membaur. Tidak sedikit diantara kita ketika bangun tidur pertama yang kita cari adalah smartphone. Tidak sedikit juga diantara kita ‘mati gaya’ ketika smartphone kesayangan kita ketinggalan di saat kita berkumpul dengan teman-teman kita. Tidak sedikit di antara kita berebut charger ketika batre smartphone kita habis.
Dahulu, kita janjian dengan seseorang dengan sebatas lisan pun kita tidak bingung. Sekarang, tanpa handphone rasanya kita bingung untuk bertemu dengan seseorang, khawatir inilah-itulah. Banyak perubahan yang kita alami, dari mulai hal terkecil sampai hal terbesar. Ini yang kita rasakan sekarang dan tentunya saya juga merasakan itu.
Ada istilah juga, surga dan neraka saat ini tergantung apa yang kita ‘ketik’ dan yang kita ‘klik’. Begitupun anekdot yang mengatakan, dimensi dosa dan pahala berkembang. Dulu, tidak ada dosa media sosial, namun sekarang ada. Dulu, tidak ada dosa hoaks di dunia maya, namun sekarang ada
Itu hanya sekedar anekdot, tidak usah diambil serius. Pastinya, di antara kita saat ini telah menjadi hamba teknologi. Meminjam bahasa para filosof, teknologi telah menjadi “tuhan baru” buat kita. Kita ketergantungan, melebihi ketergantungan kita terhadap Tuhan.
Digambarkan dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an (QS. Al-Anbiya: 52)
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَٰذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
Artinya: (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" (QS. Al-Anbiya: 52)
Nabi Ibrahim AS bertanya kepada kaum penyembah berhala, “Apakah kamu menyembah patung-patung ini?” Sungguh tragis, apa yang kita buat sendiri telah kita sembah. Dewasa ini, teori dirumuskan, hukum ditentukan, mesin canggih dibuat, handphone pintar berjuta pilihan, televisi dengan kendali pikiran, dan sayangnya kita semua menjadi tunduk kepada hal-hal tersebut. Kita diperbudak, padahal Islam telah mengharamkan praktik perbudakan.
Memang berbeda, dahulu manusia memperbudak manusia, sekarang manusia diperbudak mesin. Dahulu manusia membeli budak dan budak yang dibeli itu menjadi budaknya. Sekarang sebaliknya, manusia membeli mesin dan mesin itu menjadi majikannya dan kita adalah budaknya.
Memang berbeda, dahulu manusia memperbudak manusia, sekarang manusia diperbudak mesin. Dahulu manusia membeli budak dan budak yang dibeli itu menjadi budaknya. Sekarang sebaliknya, manusia membeli mesin dan mesin itu menjadi majikannya dan kita adalah budaknya.
Apakah ada yang salah?
Tidak, selagi produk teknologi difungsikan sesuai kegunaannya. Kita memang perlu menggunakan teknologi akan tetapi jangan sampai kita diperbudak oleh teknologi, sebab kalau kita bisa mengendalikan teknologi maka kita akan bisa memanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan apabila kita tidak bisa mengendalikan teknologi, maka kita akan menjadi budaknya.