Manusia Berpendidikan Dan Manusia Berbudaya
Ada beberapa ahli yang menganggap bahwa konsep manusia berpendidikan dan manusia berbudaya sama artinya, bahwa manusia yang berpendidikan adalah manusia yang berbudaya. Rumusan ini benar karena lahir dari pengertian bahwa pendidikan adalah aspek dari kebudayaan. Dengan demikian seseorang yang telah berkembang sesuai dengan kebudayaannya adalah orang yang juga memperoleh pendidikan yang bertujuan sama dengan perkembangan pribadi di dalam kebudayaan di mana pendidikan itu berlangsung.
Sebenarnya konsep tentang keduanya dapat kita bedakan, walaupun keduanya tidak bisa kita pisahkan. Manu sia berpendidikan (Educated Man) seringkali diartikan sebagai manusia yang telah berkembang kemampuan intelek tualnya karena factor pendidikan (Sekolah). Pengertian yang populer ini juga disebabkan oleh adanya budaya pendidikan yang intelektualis, semisal perkembangan teknologi yang sedemikian canggih dan pesat, sehingga pemakaian komputer dan internet telah merambah di segenap ranah kehidupan manusia. Tidak ada lagi batasan ruang, waktu dan objek yang diperlukan, karena semua kebutuhan informasi dengan sangat mudah diperoleh dalam hitungan menit. Semuan ini bisa dilakukan hanya bagi mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan akademis (sekolah) yang kompatibel.
Manusia yang berbudaya adalah seseorang yang menguasai dan berprilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya, khususnya nilai-nilai etnis dan moral yang hidup dalam kebudayaan masyarakat. Seseorang yang berpendidikan tinggi dan luas, namun hidupnya tidak bermoral maka orang yang demikian dianggap orang yang berpendidikan tetapi tidak berbudaya.
Seseorang yang mempunyai sifat gentleman atau lady adalah seorang yang mempunyai sopan santun di dalam melaksanakan nilai-nilai pergaulan yang dihormati di dalam masyarakat. Sudah tentu seorang gentleman atau lady juga seorang yang memperoleh pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai gentleman atau lady, yang dilaksanakan dalam pendidikan sekolahnya, yang lebih menekankan kepada aspek-aspek sopan santun, tahu menempatkan diri, menghormati wanita dan orang yang dituakan, berpengatahuan luas, mengakui kelebihan orang lain dan diri sendiri, termasuk sikap sportif. Nilai-nilai praktis inilah yang diyakini dan harus dipraktekkan oleh seseorang yang gentleman atau lady.
Rumusan tentang tujuan pendidikan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam arti mengembangkan seluruh aspek pribadi yaitu iman dan takwa kepada Tuhan, berbudi pekerti yang luhur, penguasaan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, mempunyai rasa tanggungjawab yang tinggi dalam kemasyarakatan dan kebangsaan. Jadi konsep tentang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya sesungguhnya merupakan pengertian yang sangat kompleks. Selain itu pendidikan tidak mungkin dapat mengembangkan seluruh potensi yang ada pada manusia, karena masing-masing individu mampunyai potansi yang berjenis-jenis dan yang bermakna bagi masing-masing individu.
Jadi pengertian yang konkret tentang pengembangan manusia Indonesia seutuhnya adalah memberikan kesempatan kepada semua manusia Indonesia untuk dapat mengembangkan potensinya sehingga dia dapat memberikan sumbangan kemampuan yang telah dikembangkan secara mandiri dan mantap. Pribadi yang mantap dan mandiri ini adalah pribadi yang berkembang di dalam masyarakat yang berbudaya. Mengenal dan mewujudkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sekitamya, masyarakat bangsanya.
Dia tidak menjadi beban bagi orang lain, jutru dia dapat memberikan sumbangan bagi kesejahteraan masyarakat di mana ia hidup. la harus mempunyai keterampilan yang bisa dikaryakan untuk kepentingan dirinya sendiri dan masyarakatnya. Sebab hanya dengan demikianlah dia bakal mempunyai rasa tanggung jawab untuk masyarakat dan bangsanya.
Apabila di dalam analisis para ahli pendidikan menganggap bahwa pendidikan nasional kita masih terpisah dari kebudayaan, adalah memang benar adanya. Pendidikan nasional telah teralienasi dari kebudayaan nasional. Pendidikan nasional di era refotmasi ini perlu ditemukan kembali (Reinvention) formatnya. Artinya menciptakan kembali pendidikan nasional di dalam konteks kebudayaan nasional Indonesia. Dengan demikian konsep mengenai manusia Indonesia seutuhnya merupakan manusia Indonesia yang berpendidikan dan sekaligus berbudaya.
Oleh karenanya praksis pendidikan nasioanal haruslah memenuhi kriteria di bawah ini:
- Praksis pendidikan nasional harus dan perlu mengembangkan potensi intelektual manusia Indonesia secara umum serta kaitan kemampuan tersebut dengan kehidupan nyata dalam lingkungan yang semakin meluas dan mendalam yaitu lingkungan keluarga, masyarakat lokal, lingkungan pekerjaan, lingkungan kehidupan nasional dan global
- Pendidikan nasional haruslah berperan dalam mengembangkan potensi yang spesifik dari individu sesuai dengan potensi kepribadiannya. Dengan demikian sistem pendidikan nasional haruslah mempunyai spektrum yang luas sehingga dapat menampung kebutuhan pengembangan pribadi peserta didik secara individual.
- Pendidikan nasioanal harus dan perlu mengembangkan sikap sopan santun dalam pergaulan bermasyarakat. Nilai-nilai kebudayaan yang mengatur sikap sopan santun tersebut perlu dikenalkan dan dilaksanakan oleh peserta didik, mula-mula di lingkungan keluarga, sekolah, dan kemudian di dalam masyarakat luas. Di dalam kaitan ini pendidikan budi pekerti di lembaga-lembaga pendidikan (Sekolah) perlu digalakkan. Selain itu lingkungan sekolah merupakan lingkungan dan suasana yang dihidupi oleh nilai-nilai sopan santun yang dijunjung tinggi dalam kebudayaan nasional.
- Praktis pendidikan di semua lembaga pendidikan adalah mengem bangkan manusia Indonesia yang bermoral dalam tingkah laku, bersumber dari kebudayaan nasional serta iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupan bermasya rakat dan berbangsa sehari-hari
- Praktis pendidikan di semua jenis dan jenjang pendidikan harus dan perlu mengembangkan rasa kebangsaan Indonesia, rasa bangga menjadi orang lndonesia yang berbudaya kebangsaan Indonesia, tanpa terperangkap dalam budaya plagiat yang sempit. Istilah praksis itu sendiri di populerkan oleh teoritisi sosial berkebangsaan Prancis Pierre Bourdien, yang menyatakan bahwa masyarakat dan budaya dibangun oleh pribadi-pribadi yang kreatif melalui karya dan bicaranya sehingga kreasinya bersifat nyata alamiah dan bukan hasil lamunan yang abstrak.