--> Skip to main content

Sejarah Aliran Filsafat Rekonstruksi

Rekonstruksi merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saaat sekarang ini. Rekonstruksi dipelopori oleh George S. Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat pantas dan adil.

Aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi/mengarahkan perubahan atau rekonstruksi pada tatanan sosial saat ini. Theodore Barameld (1904-1987). Mendasarkan filsafatnya pada dua premis dasar pada pasca era Perang Dunia II :
  1. Kita tinggal dalam suatu periode krisis hebat, yang paling nyata pada fakta bahwa manusia saat ini telah mampu menghancurkan peradapan dalam semalam.
  2. Umat manusia juga memiliki potensi intelektual, teknologi dan moral untuk menciptakan suatu peradaban dunia “kesejahteraan, kesehatan dan kapasitas rumah“.
Secara filosofis, filsafat rekonstruktivisme terdiri dari dua buah pemikiran, yaitu (1) Masyarakat memerlukan rekonstruktsi/perubahan, (2) perubahan sosial tersebut melibatkan baik perubahan pendidikan dan penggunaan pendidikan dalam merubah masyarakat. Menurut Hamalik (2007:62) premis utama dari filsafat ini adalah untuk menjadikan sekolah sebagai agen perubahan (change agents) dalam rekonstruksi sosial.

Para filsof rekonstruktivisme mempunyai sikap terhadap perubahan tersebut bahwa mereka mendukung individu untuk mencari kehidupan yang lebih baik dari   sebelumnya dan pada saat ini. Aliran filsafat rekonstruktivisme dapat menjadi alat yang reponsif karena saat ini kita dihadapkan pada sejumlah permasalahan masyarakat yang berhubungan dengan ras, kemiskinan, peperangan, kerusakan lingkungan dan teknologi yang tidak manusiawi yang membutuhkan rekonstruksi/perubahan dengan segera. Para individu di abad 20 kebingungan tidak hanya oleh perubahan yang telah terjadi, tetapi juga dengan kemungkinan perubahan pada masa yang akan datang yang harus dibuat jika kita hendak mengatasi masalah-masalah yang ada. Sedangkan ada banyak orang pintar dan  mempunyai pandangan yang berpikir dan menegembangkan tentang perubahan sosial  yang belakangan ini disebut dengan filsafat rekonstruktivisme. Maka pada saat yang dibutuhkan ini.

Sekolah harus menjadi agen utama untuk merencanakan dan mengarahkan perubahan sosial. Rekontruksi social yang diupayakan Barammeld didasarkan atas suatu asumsi bahwa kita telah beralih dari masyarakat agraris pedesaan ke masyarakat urban yang berteknologi tinggi, namun masih terdapat suatu kelambatan budaya yang serius, yaitu dalam kemampuan manusia menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Counts yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa apa yang diperlukan pada masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat adalah rekontruksi masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.

Reconstructionism budaya, salah satu filosofi pendidikan yang lebih modern, tajam kontras dengan posisi konservatif Esensialisme dan Perennialism, yang dianggap oleh reconstructionists sebagai teori reflektif yang mencerminkan mewarisi pola sosial dan nilai-nilai. Para reconstructionists menegaskan sekolah dan pendidik harus berdasarkan kebijakan dan program yang akan membawa reformasi tatanan sosial. Guru, kata mereka, secara sengaja harus menggunakan kekuasaan mereka untuk memimpin kaum muda dalam program-program ahli teknik sosial dan reformasi.

Reconstructionists budaya, atau sosial, mengklaim sebagai penerus sejati Eksperimentalisme John Dewey. Walaupun ia tidak pernah bergabung dengan reconstructionists Dewey yang menekankan perlunya merekonstruksi pengalaman baik pribadi dan sosial. Dia juga menekankan sifat-sifat sosial pendidikan. Deweys menekankan pada rekonstruksi pengalaman, reconstructionists menekankan pada rekonstruksi pengalaman sosial dan menerapkannya pada rekonstruksi warisan budaya.

Meskipun reconstructionists sosial seperti William O. Stanley dan Theodore Brameld berbeda pada aspek-aspek tertentu dari posisi filosofis mereka, mereka dan reconstructionists lainnya menyepakati dasar-dasar seperti:
  1. Semua filsafat, termasuk pendidikan, secara budaya didasarkan dan tumbuh dari pola budaya spesifik yang dikondisikan dengan hidup pada waktu tertentu di tempat tertentu.
  2. Budaya, sebagai proses dinamis, berkembang dan berubah.
  3. Manusia dapat membentuk dan memoles culturnya sehingga dapat dioptimalkan bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Untuk reconstructionists filsafat pendidikan merupakan produk dari masa mereka dan kontekstual terhadap lingkungan budaya tertentu. Alih-alih menjadi latihan abstrak atau spekulatif, filsafat adalah program hidup dan sosialisasi yang harus menuntun perilaku manusia. Sebagai sebuah program aksi, suatu filsafat pendidikan harus mengarahkan manusia kepada cara hidup yang lebih baik.

Reconstructionists sosial melihat zaman sekarang sebagai zaman yang dilanda krisis budaya yang parah yang merupakan konsekuensi dari ketidakmampuan manusia untuk merekonstruksi nilai-nilai dalam hal persyaratan kehidupan modern. Manusia telah memasuki zaman teknologi dan ilmu pengetahuan modern dengan seperangkat nilai-nilai yang berasal dari masa lalu, desa pra-industri. Untuk mengatasi krisis manusia perlu meneliti budaya dan untuk menemukan di dalamnya unsur-unsur yang layak yang dapat digunakan sebagai instrumen untuk menyelesaikan krisis saat ini. Jika manusia meneliti warisan perencanaan kearah perubahan, dan melaksanakan rencananya, ia akan membangun sebuah tatanan sosial baru. Ini adalah tugas sekolah untuk mendorong penilaian kritis terhadap warisan budaya dan unsur-unsur yang dapat menjadi instrumen dalam rekonstruksi yang dibutuhkan.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar