Mata Kuliah Menulis
UAS mata kuliah Menulis
Posted on April 8, 2011 | Leave a comment
TUGAS MATA KULIAH MENULIS
DOSEN :
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DENGAN MENGGUNAKAN
METODE E-LEARNING
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Salah satu perangkat pada KTSP adalah silabus. Penyusunan silabus mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia sebagai sarana komunikasi dan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Dalam hal ini ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup kemampuan berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek itu merupakan aspek yang terintegrasi dalam pembelajarn walaupun dalam silabus keempat aspek tersebut masih dapat dipisahkan.
Pada sisi lain, bahasa Indonesia merupakan sarana komunikasi dan sastra merupakan sarana kreativitas yang pelaksanaan pembelajarnnya harus menggunakan metode yang sesuai dengan aspeknya. Salah satu aspaknya adalah aspek membaca.
Dalam dunia pendidikan, aktivitas dan tugas membaca tidak dapat ditawar-tawar lagi. Keberhasilan studi seseorang akan sangat ditentukan oleh kemampuan dan minatnya dalam membaca. Bahkan setelah seorang siswa menyelesaikan studinya, kemampuan membacanya itu akan sangat mempengaruhi keluasan pandangan tentang berbagai masalah[1]
Faktor pengetahuan dan latihan merupakan penunjang bagi tercapainya kemampuan membaca yang tinggi. Jadi, kemmpuan membaca tidak akan datang dengan sendirinya. Menurut Nurhadi, day abaca yang tinggi diperoleh nelalui pengetahuan tentang cara membaca.[2]
Selanjutnya, menurut Harjasujana, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kemampuan membaca (reading lateray) para peserta didik kita, mulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi umumnya hingga saat ini memprihatinkan.[3] Sebagai gambaran, misalnya menurut hasil penelitian IAEA (International Association for the Educational Achievment) diperoleh keterangan bahwa kemampuan membaca para siswa usia SD kita masih sangat mengkhwatirkan. Dari hasil tes membaca pemahaman (reading comperhention) terhadap aneka wacana: narasi, eksposisi dan dokumen yang diselenggarakan selama 75 menit, ternyata kemmpuan membaca para siswa usia SD kita berada pada peringkat ke-30 dari 31 negara yang menjadi sampel penelitian mereka.hasi temuan mereka juga dikuatkan Balitbang Dikbud (1993). Mereka menyebutkan bahwa penguasaan praktis yang mendukung keterampilan memahami bacaan dari para siswa SD kita juga masih sangat mengecewakan. Salah satu temuan mereka misalnya, hanya 5 % dari siswa kelas VI SD kita yang dapat menggunakan kamus bahasa Indonesia untuk keperluan membaca (mencari kata dalam kamus bahasa Indonesia secara sistematis dan benar). Adapun sekitar 76,95 % belum mampu melakukannya.
Kondisi tersebut juga tidak jauh berbeda dengan kondisi kemampuan membaca siswa SMP pada umumnya dan khususnya di SMP Negeri 161 Jakarta. Dari empat mata pelajaran yang di-UN-kan, bahasa Indonesia pada posisi keempat untuk niali rata-rata paling tinggi, yaitu hanya 82 pada pelaksanaan UN tahun 2010.. Sementara, untuk pelajaran bahasa Indonesia, pada materi membaca siswa banyak menjawab salah dari hasih analisis hasil UN 2009 maupun UAS tiap semester.
Saat ditanyakan kepada siswa mengapa mereka banyak yang menjawab salah untuk soal materi membaca, maka kebanyakan dari mereka menjawab karena malas untuk membaca kutipan bacaan yang mereka anggap panjang seperti teks surat kabar. Hal tersebut membuat mereka menjawab soal bukan karena alasan bahwa jawaban itu mereka anggap benar sesuai dengan teks kutipan bacaan, tapi lebih dikarenakan spekulasi atau hitung kancing, bahkan mencontek dari jawaban temannya yang besar kemungkinan juga dengan alasan yang sama.
Untuk menyikapi masalah tersebut, maka diperlukan kreativitas guru bahasa Indonesia dalam mencari metode yang tepat untuk menyiasati agar pembelajaran membaca menjadi pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Banyak metode yang telah ditawarkan oleh para pakar pendidikan. Maka bukanlah hal yang sulit bila guru berani mengambil langkah untuk selektif memilih metode yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan siswa dan perkembangan teknologi yang begitu pesat.
Selama ini, kebanyakan guru bahasa Indonesia lebih sering dan banyak menggunakan metode konvensional dalam pelaksanaan pembelajaran, khususnya pembelajaran membaca pemahaman. Sumber bacaan diperoleh dari buku teks atau paket, atau bahkan LKS yang telah disediakan sekolah. Pada pelaksaan pembelajaran membaca pemahaman dengan metode konvensional, guru lebih banyak mendominasi, sementara siswa terkesan pasif dan hanya mendengar dan menerima yang diperintahkan oleh guru. Kalimat perintah, seperti buka halaman sekian, baca dalam hati kemudian jawab pertanyaan bacaan sesuai dengan isi bacaan sudah terbiasa didengar oleh siswa sejak SD. Tentu saja, hal ini menjadikan siswa bosan dan makin menurunkan minat baca mereka. Terlebih lagi, guru tidak menyadarinya selama ini, dan terus saja berlangsung tanpa solusi yang pasti.
Dari sumber bacaan yang diperoleh melalui buku teks atau paket, banyak bacaan yang temanya sudah tidak dianggap aktual dan menarik lagi bagi siswa. Maka lengkaplah bila siswa merasa makin terkurung oleh doktrin guru pada metode pembelajaran yang konvensional. Siswa merasa yang dilakukannya pada proses pembelajaran secara terpaksa sebagai objek bukan sebagai subjek.
Sebenarnya banyak sekolah yang sudah melengkapi fasilitas belajar yang berkaitan dengan elektronik guna membantu proses pembelajaran, khususnya di sekolah-sekolah negeri di Jakarta. Namun sayang, terkadang hal ini diabaikan oleh kebanyakan guru yang masih menganggap sulit dan merepotkan dengan istilah gaptek atau gagap teknologi. Akibatnya, banyak fasilitas yang telah tersedia mubazir dan tidak terpakai karena tak dimanfaatkan fungsi dan peranannya. Terlebih lagi, sudah banyak siswa yang membawa laptop sebagai penunjang belajar mereka yang tentu saja sebenarnya menguntungkan bagi guru bahasa Indonesia yang tidak perlu repot lagi menggunakan laboratorium media informatika yang juga sering digunakan oleh guru TIK.
Untuk itu, peneliti tertarik memilih salah satu metode yang tepat untuk menunjang proses pembelajaran membaca pemahaman dengan memanfaatkan fasilitas elektronik, yaitu metode e-learning. Metode e-learning diharapkan dapat mengefektifkan proses pembelajaran dan menjadikan siswa yang lebih mendominasi, bukan guru. Dalam hal ini, guru bertindak sebagai fasilitator, sementara siswa sebagai subjek yang berperan aktif.
B. Indentifikasi Masalah
Sejauh mana siswa memanfaatkan media elektronik, sebagai media/sumber belajar, khususnya membaca pemahaman dengan menggunakan metode e-learning ?
Bagaimanakah peranan guru bahasa Indonesia dalam memanfaatkan media elektronik sebagai media/sumber metode e-learning pembelajaran bahasa Indonesia ?
Apakah guru bahasa Indonesia memotivasi siswa kelas IX untuk menggunakan media elektronik sebagai media/sumber belajar bahasa Indonesia, khususnya membaca pemahaman ?
Apakah penggunaan media elektronik sebagai media/sumber belajar dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia, khususnya membaca pemahaman siswa kelas IX SMP Negeri 161 Jakarta tahun pelajaran2010-2011 ?
Apa alasan guru kurang tertarik menggunakan metode e-learning dalam kegiatan pembelajaran membaca di kelas ?
Bagaimana peningkatan kemampuan membaca dengan menggunakan metode e-learning ?
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana peningkatan kemampuan membaca dengan menggunakan metode e-learning pada kelas IX SMP Negeri 161 Jakarta?
D. Tujuan Penelitian
Sebagaimana telah direncanakan, bahwa setiap penelitian mempunyai tujuan yang bertitik tolak pada penelitian yang akan dilakukan.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan membaca dengan menggunakan metode e-learning pada kelas IX SMP Negeri 161 Jakarta.
E. Manfaat Penelitian
PTK ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman dengan menggunakan metode e-learning sebagai media/sumber belajar kelas IX SMP Negeri 161 Jakarta pada tahun pelajaran 2010-2011 :
Bagi siswa diharapkan tumbuh minat belajar membaca pemahaman sehingga alternatif pemilihan media/sumber belajar untuk meningkatkan hasil pembelajaran membaca pemahaman.terjadi peningkatan hasil belajar yang diharapkan.
Bagi guru, diharapkan munculnya kreativitas dalam memilih media dan sumber belajar untuk memacu minat dan motivasi siswa dalam proses pembelajaran membaca pemahama.n
Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang alternatif pemilihan media/sumber belajar untuk meningkatkan hasil pembelajaran membaca pemahama
Bagi pihak sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan acuan dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran membaca pemahaman yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas dan hasil ujian nasional pelajaran bahasa Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Hakikat Peningkatan Kemampuan Membaca
Keterampilan membaca merupakan salah satu komponen keterampilan berbahasa. Secara rinci, keterampilan berbahasa tersebut dapat dibagi atas keterampilan menengarkan, keterampilan membaca, keterampilan menulis, dan keterampilan berbicara. Pada hakikatnya kekmpat keterampilan berbahasa itu tercakup dalam dua aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan produktif dan keterampilan reseptif. Keterampilan berbahasa produktif merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat menyampaikan informasi kepada orang lain, baik informasi itu disampaikan secara lisan atau tulisan. Karena keterampilan tersebut merupakn keterampilan menghasilkan informasi, maka yang termasuk keterampilan ini adalah keterampilan berbicara dan menulis. Keterampilan berbahasa reseptif merupakan keterampilan yang bersifat menerima, sehingga yang termasuk ke dalam keterampilan reseptif ini adalah keterampilan menyimak dan keterampilan membaca.
Tiap-tiap aspek keterampilan berbahasa tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan atau antara satu keterampilan dan keterampilan yang lainnya terdapat suatu hubungan yang erat. Keterampilan berbahasa produktif akan lebih baik bila diiringi oleh keterampilan reseptif. Sebaliknya, keterampilan reseptif akan menjadi lebih berkembang bila didukung oleh keterampilan produktif.
Menurut Tarigan, bahwa setiap keterampilan itu erat sekali berhubungan dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakain terampil seseorang berbahasa, semakai cerah dan jelas jalan pikirannya.[4]
Pakar bahasa dan pakar pengajaran telah banyak mengemukakan pendapatnya tentang pengertian membaca. Menurut Anderson, Hiebert, Scott, dan Wilkinson sebagaimana dikutip oleh Harjasaujana, bahwa membaca merupakan proses, membaca itu bersifat strategis, membaca itu bersifat interaktif, dan pengajaran membaca menhendaki suatu teknik. Jadi, membaca itu merupakan proses menemukan informasi dalam bacaan.[5]
Selanjutnya menurut Nurhadi, membaca itu adalah sebuah proses yang kompleks dan rumit. Kompleks artinya dalam proses membaca terlibat berbagai factor imternal dan faktor eksternal membaca. Factor internal dapat berupa intelegensi, minat, sikap, bakat, motivasi, dan tujuan membaca. Factor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca Dari pendapat-pendapat di atas, terlihat ada suatu kesamaan dalam memandang dan menilai kegiatan membaca. Pada hakikatnya inti dari pendapat itu adalah membaca merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi yang disampaikan penulis berjalan dengan lancer diperlukan aktivitas, pengalaman, dan pengetahuan yang kompleks. Aktivitas yang dilakukan melalui aktivitas jasmani dan rohani. Aktivitas jasmani meliputi indra penglihatan dan tangan, sedangkan aktivitas rohani meliputii kegiatan mental dan pikiran. Pengetahuan dan pengalaman, di antaranya meliputi pengetahuan tentang masalah yang dikemukakan oleh penulis, memiliki kebahasaan, memiliki kemampuan menghubung-hubungkan konsep teks bacaan (sederhana,-berat, mudah-sulit), faktor lingkungan, atau latar belakang social ekonomi, kebiasaan, dan tradisi.[6]
Adapun menurut Tarigan, membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan seseorang (penulis) melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui.[7]
Anderson sebagaimana dikutip oleh Tarigan, secara singkat dan sederhana mencoba mendefinisikan bahwa membaca sebagai suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process) berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mengucap pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.[8]
Pemahaman bacaan menurut Harjasujana dan Damaianti meliputi pemahaman kalimat-kalimat. Pemahaman tentang kalimat-kalimat itu meliputi pula kemampuan menggunakan teori tentang hubungan-hubungan struktural antarkalimat. Pengetahuan tentang hubungan struktural itu berguna bagi proses pemahaman kalimat, sebab kalimat bukanlah untaian kata-kata saja melainkan untaian kata yang saling berkaitan mengikuti cara-cara yang spesifik.[9]
Hubungan-hubungan struktural yang penting untuk memahami makna kalimat itu tidak hanya diberikan dalam struktur luar, tetapi juga diberikan dalam struktur isi kalimat. Pemahaman kalimat tidak akan dapat dilakukan dengan baik tanpa dukungan pemahaman atas hubungan isi antarkalimat tersebut. Untuk itu, agar memiliki keterbacaan yang tinggi, kalimat yang disusun dalam suatu wacana harus selalu memperhatikan unsur struktur luar, struktur isi, dan hubungan antarkeduanya.
Masalah yang berhubungan dengan pengaruh struktur kalimat terhadap proses membaca ada dalam bidang yang sangat khusus, yakni keterbacaan Menurut Harjasujana dan Damaianti, berbicara tentang keterbacaan, setiap penyusun wacana atau buku bacaan, baik fiksi maupun nonfiksi, harus mendasarkan diri pada orientasi teoretis, yakni masalah struktur kalimat dan kosaka, keterbacaan (readability) bergantung pada kosakata dan bangun kalimat yang dipilih oleh pengarang untuk tulisannya. Tulisan yang banyak mengandung kata yang tidak umum lebih sulit dipahami daripada yang menggunakan kosakata sehari-hari. Tentang hal ini telah dijelaskan pada penjelasan tentang kosakata baca. Demikian pula, bangun kalimat yang panjang dan kompleks akan menyulitkan pembaca yang tingkat perkembangan usianya berbeda.[10]
Uraian-uraian di atas mengimplikasikan bahwa penyusunan bacaan yang menurut pengarang sudah sesuai dengan tingkat perkembangan usia anak, namun tanpa mengindahkan penguasaan kosakata dan kalimat yang digunakan dalam suatu wacana yang mereka kenal, maka bacaan tersebut akan gagal dalam hal keterbacaannya.
Pengukuran terhadap penguasaan kosakata dan kalimat dalam bacaan oleh anak amat penting dilakukan sebagai dasar penyusunan bacaan yang memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh bahwa membaca berarti memahami isi (deep structure) bacaan. Sarana pemahaman tersebut adalah struktur luar (surface structure).
Ada yang berpendapat bahwa panjang kalimat sebagai unsur utama yang menyebabkan timbulnya kesulitan dalam kegiatan membaca. Oleh karena itu, panjang kalimat dijadikan alat ukur tingkat keterbacaan sebuah wacana, dan biasanya dijadikan unsur utama dalam formula-formula keterbacaan. Kalimat-kalimat yang kompleks pada umumnya panjang-panjang.
Menurut susunan kalimatnya, kalimat tunggal lebih mudah dipahami maknanya atau maksudnya daripada kalimat majemuk. Hal ini disebabkan kalimat majemuk lebih rumit daripada kalimat tunggal.
Dari pendapat para ahli di atas tentang pengertian, tujuan, proses, dan pembelajaran membaca, serta pemahaman dapat disimpulkan pemahaman bacaan adalah pengertian yang diperoleh dari aktivitas membaca. Aktivitas ini melibatkan pembaca, teks, dan isi pesan yang disampaikan penulis. Seseorang dapat dikatakan memahami bacaan apabila ia telah mendapatkan informasi atau pesan yang disampaikan oleh penulis, baik tersurat maupun tersirat
Jadi, membaca merupakan kegiatan yang tidak boleh dilewatkan oleh para siswa, karena dengan membaca sejumlah informasi dapat diperolehnya. Penyebaran informasi melalui media cetak dewasa ini semakin mendapat perhatian, baik dari kalangan masyarakat intelektual maupun dari kalangan masyarakat biasa. Membaca merupakan suatu proses membangun pemahaman dari tek. Membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecillainnya Dengan kata lain, proses membaca adalah proses ganda, meliputi proses penglihatan dan proses tanggapan. Sebagai proses penglihatan, membaca bergantung pada kemampuan melihat simbol-simbol. Jadi, mata memainkan peranan penting .
Oleh karena itu, membaca dapat disimpulkan sebagai suatu proses yang melibatkan penglihatan dan tanggapan untuk memahami bahan bacaan yangbertujuan untuk memperoleh informasi atau mendapatkan kesenangan.mampuan memperoleh informasi melalui media cetakmakin penting
Membaca adalah sebuah kemampuan yang diperlukan bagi orang yang maumencari informasi dari teks tertulis Membaca juga sebagai salah satu alat untuk belajar (study skills) berbagai ilmu pengetahuan, teknologi,dan seni. Membaca itu sendiri adalah satu dari empat kemampuan bahasapokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan.
Keterampilan berbicara dan menulis termasuk aspek produktif, sedangkan keterampilan mendengar dan membaca termasuk aspek reseptif dari bahasa.
Dua aspek penting dalam membaca, yaitu:
(1) Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) mencakuppengenalan bentuk huruf sampai pengenalan hubungan/korespondensipola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau “tobark at print”) dalam kecepatan membaca taraf lambat.
(2) Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dapatdianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek ini mencakup memahami pengertian sederhana sampai mengevaluasi ataumenilai isi dan bentuk bacaan dalam kecepatan membaca yang fleksibel,yang mudah disesuaikan dengan keadaan.
Adapun Chomsky memberikan istilah surface structure untuk mengenalteks yang terlihat secara kasat mata dan deep structure untuk memahamiteks dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya dari pembaca. [11]
Menurut ahli bahasa lainnya yaitu Tampubolon mengungkapkan bahwa kemampuan membaca ialah kecepatan membaca (reading speed) danpemahaman isi secara keseluruhan.[12]. Dengan demikian,mengukur kecepatan membaca berarti mengukur kecepatan pemahamanterhadap bahan yang dibaca. [13]
Dari penjelasan di atas kiranya dapat dilihat bahwa istilah “kecepatan membaca” sesungguhnya tidak sepenuhnya menggambarkan makna yangsebenarnya. Oleh karena itu, istilah yang dipergunakan Tampubolon ialah kemampuan membaca.
Menurut Huthcroft, kemampuan membaca anak ada tiga kategori, yaitu:
(1) Tingkat independen. Pada tingkat ini, anak dapat menguasai sedikitnya90 % bahan yang dibaca. Tingkat ini digunakan untuk membaca penelitiandan membaca kesenangan.
(2) Tingkat instruksi. Pada level ini pemahaman mencapai 75%. Tingkat inimemberi kesempatan kepada guru untuk membangun keterampilanberpikir dan kemampuan pemahaman anak.
(3) Tingkat frustrasi. Pengenalan kata hanya 90% atau kurang sehingga mengakibatkan kegagalan memahami walaupun hanya setengah daribahan pelajaran.[14]
Pembaca lambat cenderung tidak menyukai membaca sebab bagi mereka kegiatan membaca memakan banyak waktu. Oleh karena itu, mereka sedikit membaca dan konsekuensinya tidak pernah cukup berlatih untuk meningkatkan kegiatan membaca. Ini selanjutnya menambah masalahkarena mereka juga gagal menambah perbendaharaan kata mereka.
Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan keterampilan dasar membaca adalah kemampuan-kemampuan pokok yangmencakup kemampuan mekanik (surface structure) dan kemampuanpemahaman (deep structure) dalam waktu tertentu
Membaca adalah proses melisankan lambang yang tertulis. Dari sudut linguistik membaca adalah proses penyandian dan pembacaan sandi. Membaca adalah perbuatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengenal lambang yang disampaikan penulis untuk menyampaikan makna. Pendapat lain membaca merupakan metode yang dipergunakan untuk berkomunikasi atau mengkomunikasikan makna yang terkandung pada lambang-lambang. [15]
Menurut Endang (dalam Tarigan) adalah aktivitas pencarian informasi melalui lambang-lambang tertulis. Membaca adalah suatu proses bernalar [16](Reading is reasioning). Dengan membaca kita mencoba mendapatkan informasi hingga mengendap menjadi sebuah pengetahuan. Pengetahuan itusendiri akhirnya menjadi suatu dasar untuk dinamisasi kehidupan,memperlihatkan eksistensi, berjuang mempertahankan hidup, danmengembangkan dalam bentuk sains dan teknologi sebagai kebutuhan hidup manusia.
Aspek-Aspek Membaca
Secara garis besar terdapat dua aspek penting dalam membaca, yaitu aspekyang bersifat mekanis dan aspek yang bersifat pemahaman :
1. Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap berada pada urutan lebih rendah (lower order).
Aspek ini mencakupi:
a) pengenalan bentuk huruf
b) pengenalan unsure-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, pola klausa,kalimat, dan lain-lain)
c) pengenalan hubungan/korespon den pola ejaan danbunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis)
d) kecepatan membaca bersifat lambat.
2. Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dapat diungkapkan berada pada urutan yang lebih tiggi (higher order). Aspek ini mencakup memahami pengertian-pengertian sederhana yang meliputi kemampuan memahami kata-kata atau istilah yang terdapat dalam suatu bacaan, di antaranya :
Kemampuan memahami pola-pola kalimat, bentuk kata, serta susunan kalimat panjang yang sering dijumpai dalam tulisan resmi.
Kemampuan menafsirkan lambang-lambang atau tanda-tanda tulisan yangterdapat dalam bacaan.
Memahami signifikan atau makna, yang mencangkup :
(1). Kemampuan memahami ide-ide pokok yang dikemukakan oleh pengarang
(2). Kemampuan mengaplikasikan isi karangan dengan kebudayaan yang ada.
(3). Dapat menyusuaikan kecepatan membaca dengan tujuan yang hendak dicapai
(4). Dapat mengevaluasi isi dan bentuk suatu karangan.
(5).Dapat menyesuaikan kecepatan membaca dengan tujuan yang hendak dicapai
Membaca itu melibatkan keterampilan sebagai berikut:
1). mengenal ortografi suatu teks,
2.) mengambil simpulan mengenai makna kata-kata dan menggunakan butir-butir
leksis (kosakata) yang belum dikenal.
3.) Memahami informasi yang diberikan dalam bacaan secara eksplisit,
4.) Memahami informasi yang diberikan dalam bacaan secara implisit,
5.) Memahami fungsi-fungsi komunikatif kalimat-kalimat dalam bacaan itu,
6.) Memahami kaitan-kaitan unsur-unsur dalam kalimat (intrakalimat),
7.)Memahami kaitan-kaitan antara bagian-bagian suatu teks melalui strategi kohesi leksis
8.) Mengenal butir-butir indicator dalam wacana,
9.)Mengidentifikasi butir-butir yang penting atau informasi yang paling menonjoldalam teks,
10). Membedakan ide pokok dari ide-ide penunjang,
11). Mencarikan butir-butir yang penting untuk dirangkum,
12). Memilih butir-butir yang relevan dari teks,
13) Meningkatkan keterampilan untuk merujuk pada konsep lain yang mendasar,
14). Mencari pokok landasan dari teks (Scimming)
15.) Mencari informasi khusus dari teks (scanning).
16.) Mengalihkan informasi dari suatu teks menjadi diagram, skets, (trancoding)
17). Mengenal isi teks melalui sajian dalam bentuk lain, dengan tempat-tempat
kosong setiap kata ke sekian (close presedur)
18.) Mengintrepetasiakan teks dengan memandang isi atau pesan dari luar .
Tujuan Membaca
Umumnya orang membaca itu bertujuan untuk mengerti atau memahamiisi atau pesan yang terdapat pada teks seefisien mungkin. Tujuan membacapemahaman dipaparkan oleh Tarigan sebagai berikut:
1) menemukan ide pokok,
2) Memilih butir-butir penting,
3) Mengikuti petunjuk-petunjuk,
4) Menentukan organisasi bahan bacaan,
5) Menemukan citra visual dan citra lainya,
6) Menemukan citra visual dan citra lainnya
7) Menarik simpulan,
8) Menduga makna dan merangkaikan dampaknya,
9) Menyusun rangkuman,
10)Membedakan fakta dari pendapat.[17]
Menurut Morrow (dalam Tarigan, mengatakan bahwa tujuan membaca
ialah untuk mencari informasi yang :
(1) Kognitif dan intelektual, yakni yang digunakan seseorang untuk menambah
keilmiahanya sendiri:
(2) Referensional dan intelektual, yakni yang digunakan seseorang untuk
mengetahui fakta-fakta yang nyata di dunia ini, dan
(3) Afektif dan emosional, yakni yang digunakan seseorang untuk mencar kenikmatan makna bacaan.[18]
Tujuan aktivitas membaca, sejak permulaan belajar menunjukkan bahwa pembaca:
1) Menginginkan informasi untuk tujuan-tujuan tertentu, atau karena ingin tahu tentang beberapa topik,
2) Memerlukan instruksi untuk dapat melaksanakan beberapa tugas dala pekerjaan atau hidup shari-hari,
3) Ingin melaksanakan beberapa aktivitas yang menyenangkan, seperti: ingin bermain drama, atau permainan baru yang lain.
4) Ingin akrab dengan teman dengan berkorespondensi,
5) Ingin tahu di mana dan kapan sesuatu terjadi,
6) Ingin mencari atau menemukan kesenangan dan menikmati (membaca karya sastra)
Berikut ini implikasi tujuan membaca :
1) Suatu program pengajaran membaca yang bertujuan untuk menambah kecepatan dan memperbaiki pemahama; mengajar siswa bagaiman mengadaptasi pendekatan membaca terhadap berbagai variasi bahan bacaan; memperbaiki pembacaan bagi semua ketrampilan berbahasa.
2) Suatu latihan membaca untuk dapat mengapresiasikan dan memperoleh kesenangan estik dari prosa atau puisi (karya sastra)
3) Program individual yang ditujukan untuk mendorong siswa agar membaca sebanyak-banyaknya dan memungkinkan siswa itu dapt mengembangkan dirimenjadi pembaca yang teliti sepanjamg hayatnya.
Membaca sebagai ketrampilan berbahasa yang menjadi salah satu aspekpembelajaran bahasa Indonesia pada jenjang SLTP. Sebagai konsekuensinya, keterampilan membaca terdapat dalam kurikulum SLTP bidang studi Bahasa Indonesia. Tujuan pembelajaran membaca yang tercantum dalam Garis-GarisBesar Progaram Pembelajaran Bahasa Indonesi SLTP seperti berikut :
1) siswa memeroleh informasi berupa pengetahuan, gagasan, pendapat, permasalahan, pesan, ungkapan perasan, pengalaman atau peristiwa secara lisan atau tulisan.
2) siswa memahami isi wacana secara garis besar dan memberikan tanggapan dalam berbagai bentuk.
3) siswa mampu menangkap pesan, gagasan, pengalaman, pendapat yang tersurat dan tersirat secara cepat dan tepat.
4) siswa mampu meninkmati karya dan menafsirkan maknanya.
Dari deskripsi tentang tujuan pembelajaran membaca pada GBPP Bahasa Indonesia kurikulum 1994 itu dapatlah disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran membaca di SLTP adalah agar siswa mampu mencari serta memperoleh informasi, yang mencakupi isi dan memahami makna bacaan.
Prinsip Pembelajaran Membaca
Menurut Tarigan, pembelajaran membaca pada jenjang sekolah menengah pertama dan sekolah umum menurut tingkat pemahaman yang lebihtinggi. Untuk mengukur tinggkat pemahaman yang lebih tinggi menurut jenjangpendidikan diperlukan pilihan teknik dan kegiatan membaca disamping perhatianpada materi dan isi bacaan disamping perhatian pada materi dan isi bacaan. Bacaan harus menarik dan bermanfaat. Oleh karena itu, perlu diperhatikan prinsipmembaca berikut ini :
1) Membaca bukanlah hanya mengenal huruf dan membunyikanya, pembelajaran bahasa harus meyampaikan pengenalan huruf dan bunyi.
2) Membaca dan menguasai bahasa terjadi serentak. Seseorang tidak dapa dikatakan mempunyai ketrampilan membaca jika ia tidak menguasai bahasa.
3) Membaca dan berfikir terjadi serempak. Orang tidak dapat membaca tanpa mempergunakan pikiran dan perasan.
4) Membaca menghubungkan lambang tulis dengan ide dan rujukan yang ada di pemahaman.
5) Membaca berarti memahami. Ini berarti pembelajarn membaca bermuara pada
pemahaman.[19]
Alternatif Pembelajaran Membaca
Berdasarkan prinsip alternatif pembelajaran membaca perlu dipertimbangkan alternatif pembelajaran membaca berikut ini.
1) Membaca nyaring/teknis
2) Membaca pemahaman/diam/dalam hati
3) Membaca kritis/evaluatif
4) Membaca cepat (ukuran)
5) Membaca sekilas (mencari sesuatu yang dibutuhkan)
6) Membaca petunjuk kerja
7) Memebaca indeks
8) Membaca indah
9) Memebaca apresiasi
10) Membaca untuk kesenangan
11) Membaca untuk orang lain
12) Membaca pidato, laporan
13) Membaca dongeng
14) Membaca drama (drama radio)
15) Meringkas kembali
16) Membaca isi
17) Menceritakan kembali misi bacaan
18) Mengajukan pertanyaan berdasarkan teks bacaan
19) Mendiskusikan tentang bacaan
20) Mendramakan bacaan
21) Mempraktikan apa yang dibaca
22) Membaca kata dan petunjuk jalan
23) Membaca resep dokter
24) Membaca etiket pada kemasanya
25) Menyadur hasil bacaan dan menerapkan dalam konteks yang lain
26) Membuat kesimpulan dan implikasi dari bacaan
27) Menentukan keterpaduan, keruntutan, dan kebenaran isi bacaan.
Alternarif pembelajaran bahasa yang dipilih dalam penelitian ini adalah membaca pemahaman/diam/dalam hati
B. Hakikat Metode E-Learning
E-learning merupakan suatu teknologi
Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan.33 Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.34 Atau e-learning didefinisikan sebagai berikut : e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses.35 (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.36 Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-learning.37 Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet. Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM adalah sebagian dari media elektronik yang digunakan Pengajaran boleh disampaikan secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun ‘asynchronously’ (pada waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus menyediakan kemudahan untuk ‘discussion group’ dengan bantuan profesional dalam bidangnya.38
Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas ‘tradisional’, dosen/guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran ‘e-learning’ fokus utamanya adalah siswa. siswa mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning’ akan ‘memaksa’ siswa memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Siswa membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri.
Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia. 39Cisco (2001) menjelaskan filosofis e learning sebagai berikut. Pertama, elearning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar konten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik. 40
Sementara itu Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang elearning, yaitu : sederhana, personal, dan cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learningnya. Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan siswa di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola. 41
2.3 Fungsi dan Manfaat E-Learning
Ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi).42(Siahaan, 2002).
a. Suplemen
Dikatakan berfungsi sebagai supplemen (tambahan), apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi pesertadidik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
b. Substitusi (pengganti)
Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapaalternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para mahasiswanya.Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa. Ada 3 alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik, yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional), (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui internet.
c. Komplemen (tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas. Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional. Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas.Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yangmengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatapmuka di kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka.
Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.
Manfaat pembelajaran Elektronik Learning
Menurut A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996) manfaat Pembelajaran elektronik Learning (e-Learning) itu terdiri atas 4 hal, yaitu:
1. Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity).
Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukanpertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi. Hal ini disebabkan karena pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat terbatas.
2. Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapansaja (time and place flexibility).
Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja (Dowling, 2002). Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada guru/dosen/instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan dosen/instruktur.
3. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach aglobal audience).
Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyakatau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benarterbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.
4. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities). Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak (software) yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Di samping itu,penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian guru/dosen/ instruktur selaku penanggungjawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri.43
Teknologi Pendukung E-learning
Dalam praktiknya e-learning memerlukan bantuan teknologi. Karena itu dikenal istilah: computer based learning (CBL) yaitu pembelajaran yang sepenuhnya menggunakan komputer; dan computer assisted learning (CAL) yaitu pembelajaran yang menggunakan alat bantu utama komputer.
Teknologi pembelajaran terus berkembang. Namun pada prinsipnya teknologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Technology based learning dan Technology based web-learning. Technology based learning ini pada prinsipnya terdiri dari Audio Information Technologies (radio, audio tape, voice mail telephone) dan Video Information Technologies (video tape, video text, video messaging). Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah Data Information Technologies (bulletin board, Internet, e-mail, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video). Teknologi ini juga sering di pakai pada pendidikan jarak jauh (distance education), dimasudkan agar komunikasi antara murid dan guru bisa terjadi dengan keunggulan teknologi e-learning ini. Di antara banyak fasilitas internet, menurut Onno W. Purbo (1997), “ada lima aplikasi standar internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu email, Mailing List (milis), News group, File Transfer Protocol (FTC), dan World Wide Web (WWW)”44.
Sedangkan Rosenberg (2001) mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-learning. Pertama, e-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Kedua, e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. Ketiga, e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradikma tradisional dalam pelatihan.45
Ada beberapa alternatif paradigma pendidikan melalui internet ini yang salah satunya adalah system “dot.com educational system” (Kardiawarman, 2000). Paradigma ini dapat mengitegrasikan beberapa sistem seperti, Pertama, paradigma virtual teacher resources, yang dapat mengatasi terbatasnya jumlah guru yang berkualitas, sehingga siswa tidak haus secara intensif memerlukan dukungan guru, karena peranan guru maya (virtual teacher) dan sebagian besar diambil alih oleh sistem belajar tersebut. Kedua, virtual school system, yang dapat membuka peluang menyelenggarakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang tidak memerlukan ruang dan waktu. Keunggulan paradigma ini daya tampung mahasiswa tak terbatas. Mahasiswa dapat melakukan kegiatan belajar kapan saja, dimana saja, dan darimana saja. Ketiga, paradigma cyber educational resources system, atau dot com leraning resources system. Merupakan pedukung kedua paradigma di atas, dalam membantu akses terhadap artikel atau jurnal elektronik yang tersedia secara bebas dan gratis dalam internet. 46
Penggunaan e-learning tidak bisa dilepaskan dengan peran Internet. Menurut Williams (1999). Internet adalah ‘a large collection of computers in networks that are tied together so that many users can share their vast resources’.47
Perbedaan pembelajaran konvensional dengan e-learning, yaitu kelas “konvensional”, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada siswanya. Sedangkan pada pembelajaran e-learning focus utamanay adalah siswa. Siswa mandiri pada waktu tertentu dan betanggung jawab pada pembelajarannya. Siswa membuat perancanag dan mencari materi dengan usaha dan inisiatif sendiri.
Kelebihan pembelajaran dengan e-learning
Dibandingkan dengan proses pembelajaran yang konvensional/tradisional memiliki beberapa kelebihan antara lain :
E-learning dapat mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis (dalam kasusu tertentu).
Elearning mempermudah interaksi interaksi antara peserta didik dengan bagan materi, paserta didik dengan guru maupun sesame peserta didik.
Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahab-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang. Hal tersebut dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
Kehadiran guru tidak mutlak diperlukan.
Guru akan lebih :
Melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang mutakhir.
Mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna meningkatkan wawasannya.
Mengontrol kegiatan pesrta didik.
Kelemahan dari pembelajaran dengan e-learning
Untuk sekolah tertentu yang berada di daerah, akan memerlukan investasi yang mahal untuk membangun e-learning.
Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.
Keterbatasan jumlah computer yang dimiliki oleh sekolah akan menghambat pelaksanaan e-learning.
Bagi orang yang gagap teknologi, sistem ini sulit untuk diterapkan. Model e-Learning dalam pembelajaran membaca adalah model pembelajaran membaca dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronik, yaitu software dan komputer. Model ini diperlukan untuk mempermudah seseorang guru dan siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Dengan model ini diharapkan dapat memotivasi siswa dalam meningkatkan kemampuan membaca.
C. Kerangka Berpikir
Banyak cara yang ditempuh guru bahasa Indonesia untuk meningkatkan hasil belajar membaca pemahaman.
Guru bahasa Indonesia harus kreatif dan selektif dalam mempertimbangkan dan memilih metode pada pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan aspek, SK maupun KD-nya.
Salah satu metode yang dapat diterapkan pada pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman yaitu metode e-learning.
Metode e-learning, salah satu metode yang menjadikan elektronik sebagai media/sumber belajar.
Dengan metode e-learning diharapkan dapat meningkatkan kemampuan belajar membaca pemahaman bagi siswa.
D. Hipotesis Tindakan
Metode e-learning sebagai media/sumber pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan membaca.
.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum untuk memperoleh deskripsi tentang peningkatan kemampuan membaca dengan menggunakan metode e-learning pada siswa kelas IX SMP Negeri 161 Jakarta, dengan tujuan khusus sebagai berikut :
Untuk mengetahui tujuan pembelajaran membaca bahasa Indonesia pada siswa kelas IX SMP Negeri 161 Jakarta.
Untuk mengetahui proses kegiatan belajar mengajar materi membaca dengan menggunakan metode e=learning pada siswa SMP Negeri 161 Jakarta.
Untuk mengetahui peranan guru dan siswa dalam proses pembelajaran membaca dengan menggunakan metode e-learning pada siswa SMP Negeri 161 Jakarta.
Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kemampuan membaca dengan menggunakan metode e-learning pada siswa SMP Negeri 161 Jakrta.
Sebagai evaluasi dalam proses pembelajaran membaca dengan menggunakan metode e-learning pada siswa SMP Negeri 161 Jakarta.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah SMP Negeri 161 Jakarta yang terletak di jalan Delman Utama I Tanah Kusir Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Sekolah tersebut di sekitar wilayah kompleks Bendi. Alasan pemilihan tempat, yaitu :
Simplicity, maksudnya adalah kesederhanaan karena hanya ada satu situasi.
Accessibility, maksudnya adalah tempat tersebut mudah di capai oleh peneliti
Unobstrusiveness, maksudnya adalah tidak ada halangan dalam melakukan penelitian. Semua personil mendukung dalam pelaksanaan penelitian.
Permissibleness, maksudnya adalah kemudahan dalam penelitian. Peneliti mudah dalam mendapatkan izin di sekolah tersebut.
Frequently recurring activity, maksudnya adalah kkejadian berulang-ulang. Dalam proses pembelajaran bahasa Inbonesia dilaksanakan dua kali dalam seminggu, dengan 4 jam pelajaran (4X40 menit).
Adapun waktu pelaksanaan, yaitu antara bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan model awal (model hipotetik) pengembangan pembelajaran membaca dengan menggunakan metode e-learning adalah survey dan deskriptif analisis. Metode tersebut dipilih karena penelitian ini bermaksud mendeskripsikan, menganalisis, dan mengambil suatu generalisasi dari pengamatan mengenai pencapaian pemahaman membaca, pengembangan silabus, pemgembangan materi dalam suatu unit pelajaran, pengembangan materi dan kesatuan semester, dan implementasi pembelajaran membaca kepada siswa SMP Negeri 161 Jakarta.
Metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan model pengembangan pembelajaran membaca dengan menggunakan metode e-learning adalah penelitian tindakan (action research). Hal ini sesuai dengan pendapat Ortrum Zuber-Skerritt dalam bukunya New Direction in Action Research (3) yang berpendapat bahwa metode penelitian yang tepat untuk mengembangkan bidang pendidikan adalah penelitian tindakan.
Bentuk penelitian tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kolaboratif. Peneliti bekerja sama dengan pihak lembaga pendidikan (guru-guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 161 Jakarta) merancanag, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran membaca dengan menggunakan metode e-learning. Hal ini dilakukan agar mereka dapat mengembangkan sendiri model bimbingan yang mampu meningkatkan mutu dan menata strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi kelas. Dalam penelitian ini peran peneliti dan guru adalah sejajar. Artinya guru juga berperan sebagai peneliti selama penelitian ini berlangsung.
Rancangan Siklus Penelitian yang direncanakan ada tiga (3) siklus. Model Kemmis and Mc Tanggart, dengan masing-masing siklus terdiri dari:Plan (perencanaan) ,Action(pelaksanaan), Observation (pengamatan) ,dan Reflection (refleksi).
D. Desain Penelitian
PERMASALAHAN
Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Analisis
Tahap refleksi
SIKLUS I
SIKLUS II
Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Analisis
Tahap Refleksi
Tahap refleksi
SIKLUS III
Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Analisis
Tahap Refleksi
Tahap-tahap Penelitian
Perencanaan Uji Coba E-Learning
Perencanaan ini ini meliputi kegiatan-kegiatan : (a) peneliti mendiskusikan materi pembelajarn membaca pemahaman dengan metode e-learning bersama guru mata pelajaran bahasa Indonesia , (b) peneliti mempersiapkan fasilitas dan sarana untuk melakukan kegiatan, (c) peneliti mempersiapkan alat dan cara mengobservasi dan proses dari hasil kegiatan pembelajaran, (d) peneliti dan guru membuat rambu-rambu penilaian hasil kerja siswa, peneliti bersama membuat scenario tentang kegiatan yang dilakukan guru dan siswa pada pembelajaran membaca siklus kedua.
Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Metode E-Learning
Peneliti bersama guru di kelas melaksanakan kegiatan pembelajaran. Jika terjadi hal-hal yang menyebabkan guru ragu-ragu dalam melaksanakannya, peneliti langsung membantu. Peneliti dan guru mengikuti perkembangan dan perubahan akibat dari tindakan pembelajaran. Peneliti memantau proses sehingga diketahui apakah pelaksanaannya sesuai dengan yang direncanakan.
Analisis Tindakan
Sementara kegiatan berlangsung peneliti mengamati perilaku dan perubahan tingkah laku, kemampuan dan sikap yang terjadi pada diri siswa dan mencatatnya. Guru juga diminta untuk mencatat tentang apa yang dilakukan dan dampak dari metode e-learning terhadap kemampuan siswa dalam membaca pemahaman.
Refleksi dan Revisi
Peneliti bersama guru membahas dampak metode e-learning kepada guru dan siswa dan membandingkannya sebelum dilakukan pembelajaran tersebut. Pertanyaan penelitian yang digunakan di dalam melakukan refleksi adalah sebagai berikut “
Benarkah perubahan yang terjadi benar-benar akibat metode e-learning ?
Perubahan apa yang terjadi pada diri siswa, guru, dan suasana kelas ?
Apakah perubahan terjadi kea rah yang lebih baik sesuai dengan harapan siswa, guru, peneliti, dan lembaga ?
Apakah masih mungkin dilakukan perbaikan ?
Apakah metode e-learning memadai dilihat dari keefektifan dan efisiensi pembelajaran ?
Pertanyaan=pertanyaan tersebut akan membawa guru dan peneliti ke arah refleksi yang mendalam dan akan menimbulkan kesadaran akan pentingnya dan tingginya manfaat tindakan yang dilakukan. Hal tersebut karena guru belum merasa puas terhadap hasil yang dicapainya dan membuat rencana baru atas dasar yang diperolehnya.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal tesis ini. Penulis menyadari bahwa proposal tesis ini jauh dari kesempurnaan. Terwujud tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagao pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulisan proposal tesis ini.
Pertama-tama penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Nani Solihati, M. Pd. selaku pembimbing materi sekaligus pembimbing metodologi pada mata kuliah menulis yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis sehingga proposal tesis ini dapat terselesaikan/
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman angkatan keenam yang telah banyak memberikan masukan dan saran guna sempurnanya proposal tesis ini.
Penulis telah berusaha menyajikan proposal tesis ini semaksimal mungkin. Namun, apabila masih terdapat kesalahan merupakan tanggung jawab penulis sepenuhnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, saran, kritik dari berbagai pihak, terutama dosen mata kuliah Menulis, yaitu Dr. Nani Solihati, M, Pd., demi perbaikan penyempurnaan proposal tesis ini.
Semoga proposal tesis ini dapat berlanjut menjadi pelaksanaan tesis yang sebenarnya agar dapat memberikan solusi sebagai upaya peningkatan kemampuan keterampilan membaca
Jakarta. 19 Juni 2010
Nur Kamala
[1] Burhan Nurgiantoro. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. Hal. 226
[2] Nurhadi. 1989. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca. Bandung: CV Sinar Baru.hal. vii.
[3] Akhmad S. Harjasujana, dkk. 1999. Membaca. Jakarta: Universitas Terbuka.hal. 59.
[4] Henri Guntur Tarigan. 1987. Membaca sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Ankasa.hal. 1.
[5] Akhmad Selamat Harjasujana dan Vismala S. Damaianti. 2003. Membaca dalam Teori dan Praktik. Bandung: Mutiara.hal. 17.
[6] Nurhadi, op.cit.hal. 13.
[7] Henri Guntur Tarigan, op.cit.hal. 7.
[8] Henri Guntur Tarigan, op.cit.hal. 7.
[9] Akhmad Selamet Harjasujana dan Vismaia S. Damaianti, op. cit.hal. 134-136.
[10] Akhmad Selamet Harjasujana dan Vismaia S. Damaianti, op. cit.hal.
[11] Constuance, Weaver.1994. Reading Processand Practicefrom socio=Psycolinguisticto Whole Language. USA : Portmouth Heinenmann. Hal. 38.
[12] DP, Tampubolon. 1887. Kemampuan Membaca Teknik Mrmbaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa. Hal. 7.
[13] GJ Ahuja dan Pramila Ahuja. 1999. How to Read Effectially and Effecienty. New Delhi ; Sturling Publisers. Hal.27.
[14] Diana MR, Hutcroft.1981. Making Language Work a Particle Aproach to Literacy for Teachers of 5 to 13 year-Old Children. London : Grow-Hill. Hal. 75.
[15] Tarigan, op.cit. hal 18.
[16] Tarigan, op. cit. hal. 133.
[17] Tarigan. op. cit. 37
[18] Tarigan, op. cit. hal 89.
[19] Tarigan, op.cit. hal. 27.