Budaya Slamatan Di Jawa
Selamatan merupakan ajaran Jawa untuk menyelamatkan jiwa orang yang sudah meninggal dunia. Ajaran ini sudah ada sebelum masuknya agama Hindu dan Budha ke Nusantara. Tentu saja dalam perjalanannya selamatan ini mendapat pengaruh ajaran Hindu dan Budha. Akan tetapi, yang diganti itu hanyalah mantranya / doanya. Prinsip dari selamatan itu sendiri masih tetap. Setelah Islam masuk, berbagai tata cara dan mantranya diubah disesuaikan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Manusia tidaklah seperti binatang. Binatang mati tidak membutuhkan upacara penyelamatan jiwanya. Tapi, manusia melakukan upacara. Mula-mula amat primitif tata caranya. Hanya sekedar mengirimkan puja-puji dan mantra. Kemudian pada tahap yang lebih maju, adanya seseorang yang mampu berkomunikasi dengan jiwa orang yang telah meninggal, diperlukan untuk memimpin upacara tersebut. Dalam perkembangan lebih lanjut, bisa jadi upacara selamatan tersebut hanyalah sekedar formalitas seremonial saja. Isinya telah kosong, hanya tinggal kulitnya saja.
Masyarakat Jawa di waktu ini pulau Jawa khususnya, yang memiliki sistem transportasi, komunikasi, dan pengembangan ilmu serta teknologi modern dan telah pula lama bersentuhan dan berinteraksi secara langsung dengan budaya-budaya global, masih melaksanakan, menghayati, dan bahkan mempertahankan berbagai tradisi lama yang nota bene sangat berbeda atau bahkan berlawanan dengan prinsip-prinsip moden dan modemisasi dalam hidup dan kehidupan. Salah satu tradisi termaksud adalah tradisi selamatan yang terkait dengan peristiwa kematian seseorang warga komunitas penganut tradisi tersebut. Sampai saat ini, tradisi selamatan yang terkait dengan peristiwa kematian seseorang masih tetap diuri-uri atau dipelihara banyak warga masyarakat Jawa, khususnya di pedesaan. Tradisi ini didukung baik oleh masyarakat Jawa pedesaan yang masih tradisional, Jawa transisi yang sedang berubah ke arah masyarakat kota, maupun oleh sebagian masyarakat Jawa perkotaan yang telah mengenyam pendidikan tinggi.
Masyarakat Jawa memandang bahwa asal-usul atau dasar orang melaksanakan selamatan kematian(tahlilan) berasal dari budaya Islam. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh ulama bahwa budaya tahlilan ini dalam Islam sudah ada sejak zaman dahulu (semasa kehidupan sahabat Ali) yaitu terdapat dalam aliran muslim syi’ah yang sudah lebih dahulu melakukan upacara keagamaan tahlilan seperti saat ini.
Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh para wali yang berupa amalan-amalan seperti:
- Membaca ayat suci Al-Qur’an
- Tahlil dan do’a bersama-sama
Dalam penyebaran agama Islam ini para wali itu memiliki beberapa metode, salah satunya yaitu dengan cara mengalkulturasikan agama Islam dengan budaya yang ada. Hasil alkulturasi itu salah satunya tahlilan selamatan kematian yang sebelumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa yang pada masa itu kebanyakan beragama Hindu dan Budha. Mantera-mantera diawali dengan bismillah dan berakhir dengan (ucapan) la ilaha illa Allah, ucapan sesajen diganti dengan istilah Arab sedekah atau selamatan dan sesaji yang melengkapinya disebut berkat (dari kata barakah).
Masyarakat Jawa memandang bahwa asal-usul atau dasar orang melaksanakan selamatan kematian(tahlilan) berasal dari budaya Islam. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh ulama bahwa budaya tahlilan ini dalam Islam sudah ada sejak zaman dahulu (semasa kehidupan sahabat Ali) yaitu terdapat dalam aliran muslim syi’ah yang sudah lebih dahulu melakukan upacara keagamaan tahlilan seperti saat ini.
Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh para wali yang berupa amalan-amalan seperti: membaca ayat suci Al-Qur’an, tahlil, do’a bersama-sama, yang kesemuanya itu adalah amalan yang dilakukan oleh orang Islam yang merupakan hasil pengembangan budaya muslim syi’ah. Sebagian masyarakat berpandangan bahwa upacara tahlilan selamatan kematian berasal dari budaya Islam dan budaya lokal (Jawa/Madura), mereka mengacu pada sejarah masuknya Islam di Jawa yang tidak terlepas dari peran para wali, yang terkenal dengan sebutan wali songo (wali sembilan).
Dalam penyebaran agama Islam ini para wali itu memiliki beberapa metode, salah satunya yaitu dengan cara mengalkulturasikan agama Islam dengan budaya yang ada (mewarnai segala bentuk perilaku yang ada). Hasil alkulturasi itu salah satunya tahlilan selamatan kematian yang sebelumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa yang pada masa itu kebanyakan beragama Hindu dan Budha. Mantera-mantera diawali dengan bismillah dan berakhir dengan (ucapan) la ilaha illa Allah, ucapan sesajen diganti dengan istilah Arab sedekah atau selamatan dan sesaji yang melengkapinya disebut berkat (dari kata barakah).
Demikianlah tulisan saya tentang selamatan. Pada dasarnya slamatan kematian merupakan salah satu upacara keagamaan yang sangat diperhatikan dalam rangka mendoakan arwah yang telah mendahului mereka serta melestarikan tradisi yang turun-temurun ini dan tentunya dalam selamatan kematian mengandung nilai sedekah.