Morfologi Bahasa Indonesia
Morfologi dipakai oleh berbagai cabang ilmu. Secara harafiah, morfologi berarti 'pengetahuan tentang bentuk' (morphos). Morfologi (dalam ilmu linguistik), adalah suatu bidang ilmu linguistik yang mengkaji tentang pembentukan.
Morfologi menyediakan kemungkinan lebih luas dalam hal pengklasifikasian bahasa dibanding dengan bidang fonologi. Para ahli sudah menggunakan dan mengembangkan klasifikasi tipologi morfologis ini sejak abad ke XIX dan XX namun hasilnya kurang populer. Pada abad ke XX, klasifikasi dilanjutkan dengan pendekatan lain, bukan hanya unsur kualitatif tetapi juga kuantitatif bahasa. Edward Sapir dan Joseph Greenbeg termasuk dalam tokoh-tokoh yang memasukkan unsur kualitatif bersama tokoh-tokoh lainnya.
Tipologi von Schlegel mempergunakan morfem dasar atau stem, dan morfem terikat sebagai landasan klasifikasinya. Friedich von Schlegel pada 1808 membagi bahasa-bahasa di dunia menjadi bahasa berafiks dan bahasa berfleksi. Sedangkan August W.Von Schlegel pada 1818 mengklasifikasikan bahasa menjadi tiga kelas bahasa, yaitu bahasa tanpa struktur gramatikal, bahasa yang menggunakan afiks, bahasa yang berfleksi. Berbeda dengan klasifikasi August W.Von Schlegel, Wilhem von Humboldt (1836-1840) dengan menandaskan bahwa bentuk-bentuk gramatikal bahasa memiliki pengaruh terhadap perkembangan ide seseorang, ia membagi menjadi empat kelas bahasa, yaitu bahasa isolatif, aglutinatif, sleksi, dan inkorporatif.
Setelah Wilhem von Humboldt mengajukan pembagian empat kelas bahasa, Franz Bopp menolak hal tersebut dan ia kembali menerima pembagian atas tiga kelas bahasa (1833). Ia tidak berbicara mengenai stem, ttetapi berbicara mengenai akar kata yang dibaginya menjadi bahasa dengan akar yang monosilabis (tidak berkemampuan untuk berkomposisi), bahasa dengan akar kata yang mampu berkomposisi, dan bahasa dengan akar disilabis (ditandai dengan tiga konsonan dalam pembentukkan katanya).
Pada tahun 1848, pembagian yang diuraikan oleh von Humboldt diperkuat oleh August Friedrich Pott, dan membaginya menjadi bahasa-bahasa isolatif (Cina dan Indo-Cina), bahas-bahasa aglutinatif (Tartar, Turki, dan Finn), bahasa-bahasa fleksional (Indo-Eropa), dan bahasa-bahasa inkorporatif (Amerindian).
Setelah Wilhem von Humboldt mengajukan pembagian empat kelas bahasa, Franz Bopp menolak hal tersebut dan ia kembali menerima pembagian atas tiga kelas bahasa (1833). Ia tidak berbicara mengenai stem, ttetapi berbicara mengenai akar kata yang dibaginya menjadi bahasa dengan akar yang monosilabis (tidak berkemampuan untuk berkomposisi), bahasa dengan akar kata yang mampu berkomposisi, dan bahasa dengan akar disilabis (ditandai dengan tiga konsonan dalam pembentukkan katanya).
Pada tahun 1848, pembagian yang diuraikan oleh von Humboldt diperkuat oleh August Friedrich Pott, dan membaginya menjadi bahasa-bahasa isolatif (Cina dan Indo-Cina), bahas-bahasa aglutinatif (Tartar, Turki, dan Finn), bahasa-bahasa fleksional (Indo-Eropa), dan bahasa-bahasa inkorporatif (Amerindian).