--> Skip to main content

kebiasaan membaca

KEBIASAAN MEMBACA


A.     KEBIASAAN MEMBACA
1.       Pengertian dari Perilaku (Kebiasaan) Membaca
Salah satu cara paling efektif untuk belajar adalah dengan membaca. Namun sayangnya sebagian besar kita tidak pernah punya waktu untuk membaca. Alasan yang sering kita sampaikan adalah kesibukkan pekerjaan. Kita terjebak dalam rutinitas dan tekanan perkerjaan sehingga tidak memiliki kesempatan untuk mengasah otak kita.
Kebiasaan mengasah otak merupakan kebiasaan yang paling penting karena melingkupi kebiasaan-kebiasaan lain pada paradigma tujuh kebiasaan manusia efektif. Kebiasaan ini memelihara dan meningkatkan aset terbesar yang kita miliki yaitu diri kita. Kebiasaan ini dapat memperbarui keempat dimensi alamiah kita ― fisik, mental, spritual, dan sosial/emosional.
Membaca merupakan salah satu cara kita untuk memperbaiki dan meningkatkan efektifitas diri kita. Meskipun kita memiliki “keterbatasan waktu”, kita tetap perlu mengasah otak kita. Caranya adalah dengan menguasai cara membaca yang efektif sehingga waktu yang kita gunakan menjadi efesien.
2.       Berbagai Bentuk atau Pola Membaca Seseorang
Kebanyakan model teoritis yang ada mengenai proses membaca mencoba menjawab pertanyaan bagaimana orang mengenali kata-kata yang terceta dalam bacaan. Karena itu, hampir semua model terfokus paad pertanyaan-pertanyaan berikut (Work dkk 1988: dalam Gleason dan Ratner 1998: 425).
1)     Apakah kata dikenali dengan mengakses fitur-fitur seperti bentuk huruf, gabungannya menjadi suku, kemudian kata dan sebagainya?
2)     Apakah kata dikenali dengan akses langsung ke makna ataukah melewati wujud fonologisnya?
3)     Apakah pengenalan kata itu menyangkut proses yang berseri ataukah proses yang simultan?
4)     Apakah pengenalan kata itu menyangkut proses yang berseri ataukah proses yang simultan?
5)     Apakah pengenalan kata itu terjadi melalui aktivasi atau melalui pencarian di kamus mental kita?
Berikut adalah beberapa model yang menjawab sebagian dari pertanyaan-pertanyaan diatas.
1)     Model atas ke bawah
Smith (1971, dalam Gleason dan Ratner 1998;426) mengajukan model atas ke bawah yang prototipikal. Dalam model ini, representasi yang mewakili kata dalam memori kita adalah fitur-fiturnya seperti garis lurus, setengah lingkaran, dan letaknya. Pada waktu sebuah kaca dibaca, fitur-fitur ini bermunculan, tetapi hanya fitur-fitur yang cocok, persis dengan apa yang ada dalam leksikon mental itulah yang akhirnya dipilih. Akan tetapi, retrival fitur-fitur ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang kita miliki dan konteks dimana kata itu dipakai. Seandainya kata yang tertulis dalam suatu kalimat anting seperti pada kata “Kucing itu sedang dikejar anting” maka tidak mustahil bahwa pembaca akan menafsirkan kata anting sebagai salah cetak.
Pemakaian konteks sebagai pembantu menimbulkan kontroversi karena dari penelitian yang lain ditemukan bahwa orang hanya menerka 1 dari 4 kata dalam konteks dimana kata itu dipakai. Sebaliknya, fitur yang membentuk kata banyak medapat dukungan karena wujud dan macam huruf (front) seperti apapun yang dipakai, kita tetap saja bisa membacanya.
2)     Model bawah ke atas
Landasan dasar untuk model yang disebut juga sebagai model yang berdasarkan stimulus, adaah bahwa rekognisi terjadi secara diskrit, berhierarki, dan bertahap. Informasi yang ada pada suatu tahap dimanfaatkan untuk membangun tahap berikutnya. Karena itu pada tahap ini ada tahap sensori, tahap rekognisi, dan tahap interpretasi. Bila ditemukan makna dari kata itu, maka selesailah sudah proses interpretasi kata itu. Seandainya kata yang dibaca tidak ditemukan maknanya, maka pembaca dapat menolak kata itu sebagai kata bahasa Indonesia, atau dia akan bertanya kepada orang lain, atau melihat dikamus, untuk mengetahui makna kata itu.
Ada beberapa model lain seperti model Whole-Word, model component-letter, dan model lagogen yang menangani aspek-aspek lain dalam membaca (Lihat Gleason dan Ratner 1998: 427-436).
Tentunya, membaca bukan berhenti pada rekognisi kata demi kata saja tetapi mencakup berkaitan antara satu kata dengan kata lain. Hal ini berarti bahwa membaca merupakan suatu proses yang kompleks karena ia menyangkut berbagai kemampuan linguistik dan pengetahuan yang ekstralinguistik. (Psikolinguistik. Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Soenjono dardjowidjojo. 2003. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia).
a.       Cara membaca yang menyenangkan
1)     Pilihlah waktu yang menurut kita sesuai untuk membaca. Waktu yang sesuai disini adalah waktu dimana tidak terdapat gangguan, baik dari luar mapun dari dalam diri kita. Waktu yang sesuai disini hanya kita sendiri yang tahu kapan. Namun, sebagian besar orang percaya bahwa waktu yang baik untuk membaca, khususnya buku pelajaran, adalah di pagi hari.
2)     Pilihlah tempat dan suasana yang sesuai untuk membaca, yaitu tempat yang terang, sejuk, bersih, nyaman, tenang dan rapih menurut kita sendiri.
3)     Pastikan posisi membaca kita adalah posisi yang benar. Posisi yang benar pada waktu membaca adalah duduk dengan posisi badan tegak, tidak bungkuk, dan pastikan jarak antara buku dengan mata kita kurang lebih 30 cm
4)     Siapkan juga hal-hal yang biasanya membantu kita dalam membaca, seperti pensil atau spidol.
5)     Ada baiknya sebelum belajar kita berdoa terlebih dahulu sesuai dengan kepercayaan masing-masing supaya ilmu yang kita dapat bermanfaat.
b.       Berbagai jenis membaca
Terdapat 3 cara umum untuk membaca di dalam kehidupan sehari-hari dilihat dari apa tujuan proses membaca tersebut.
1)     Membaca sebagai hiburan tanpa perlu memeras otak terlalu keras. Bacaan yang mengandung unsur hiburan disini contohnya novel, cerpen, komik, majalah ringan dll.
2)     Membaca untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang tujuannya adalah mencari dan memahami ilmu yang terkandung dalam bacaan tesebut.
3)     Membaca kritis. Membaca disini sama dengan membaca untuk mencari ilmu. Namun membaca disini diikuti oleh proses menelaah isi bacaan tersebut, misalnya dengan pertanyaan-pertanyaan apa itu?, mengapa itu bisa terjadi?, oleh siapa?, kapan?, dimana?, dan bagaimana itu bisa terjadi? Dalam membaca kritis, kita membuat bacaan sebagai lawan yang harus dikalahkan dengan cara mengetahui dan memahami seluruh isinya.
Belajar dengan menggunakan metode membaca kritis akan menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Kita tidak hanya diminta untuk memahami isi bacaan tapi juga diajak berfikir kreatif mengenai isi tersebut
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar