--> Skip to main content

Beberapa Aliran Sastra Puisi

Aliran sastra berkembang dalam seriap periode atau angkatan. Dalam sastra Indonesia, kita kenal beberapa aliran yang di ikuti oleh penyair. Aliran yang menjadi mode suatu jaman biasanya di ikuti oleh sebagian besar penyair jaman itu; bahkan ikut menjadi ciri karakteristik karya sastra pada masa itu. Dalam menafsirkan lambang, kiasan, pemilihan kata dan ungkapan-ungkapan tertentu, pengetahuan kita tentang aliran yang di ikuti oleh pengarangnya, biasanya akan sangat membantu. Pada gilirannya pemahaman atas lamabang, kiasan, dan ungkapan itu akan membantu pembaca lebih tepat menafsirkan makna puisi seperti yang di kehendaki oleh penyair. Beberapa aliran dalam sastra yang di ikuti penyair:

1.  Aliran Romantik
Dasar pemikiran aliran ini ialah ingin menggambarkan kenyataan hidup dengan penuh keindahan tanpa cela. Jika yang dilukiskan itu kebahagiaan, maka kebahagiaan itu perlu sempurna tanpa tara. Sebaliknya, yang jika yang dilukiskan kesedihan, maka pengarang ingin agar air mata terkuras. Sebab itu, aliran romantik sering di kaitkan dengan sifat sentimental atau cengeng.

Dalam aliran ini perasaan lebih di tonjolkan. Pertimbangan rasio sering di nomor duakan. Karya-karya yang bersifat romantik sering kali berusaha membuai perasaan pembacanya. Kecenderungan menggambarkan keindahan alam, bunga, sungai, tumbuhan, gunung, daun, dan bulan, didasarkan atas kepentingan memperindah kenyataan itu.

Gambaran konkret tentang aliran romantik ini, dapat di peroleh dalam sastra lama. Penggambaran seorang gadis cantik, misalnya, dinyatakan dengan penuh kesempurnaan misalnya; rambutnya bagai mayang mengurai, pipinya bagai pauh di layang, matanya bagai bintang timur dan sebagainya.

Dalam puisi modern, penyair-penyair yang dapat di kategorikan sebagai penyair romantik, misalnya; Muhammad Yamin, Amir Hamzah, J.E. Tatengkeng (dari angkatan pujangga baru), Ramadhan K.H., Kirdjomuljo, dan Rendra (dari periode 1953-1961).
Periangan Si Jelita 1965

Seruling berkawan pantun
Tangiskan derita orang periangan
Selendang merah, merah darah
Menurun di Cikapundung

Bandung dasar di danau
Lari bertumpuk di bukit-bukit

Seruling menyendiri di tepi-tepi
Tangiskan keris hilang di sumur
Melati putih, putih hati
Hilang kekasih di kata gugur.

Bandung dasar di danau
Derita memantul di kulit-kulit
2.  Aliran Realisme
Aliran ini berbeda dengan aliran romasntik, aliran realisme menggambarkan segala sesuatu secara realisti, apa adanya. Dalam penggambaran secara apa adanya itu, batas-batas kepantasan, tabu, dan hal yang tidak sopan masih di perhatikan. Realitas kehidupan yang tidak pantas di gambarakan, yang melanggar tabu, dan yang tidak sopan, tidak ikut digambarkan oleh pengarang.

Dalam realisme, pelukis kejadian dilaksanakan secara teliti. Namun segala yang dilukiskan itu dinyatakan secara wajar, tidak berlebihan atau dikurangi. Jika yang dilukiskan tokoh manusia maka tidak usah di umpamakan "putri duyung" atau ungkapan berlebihan lainnya. Jika yang digambarkan itu gunung, sawah, atau panorama alam, maka tidak perlu di tambah dengan kata-kata yang menyelubungi sehingga memperindah, seperti; si jelita, biru, permain, dan sebagainya. Semua dikatakan apa adanya hanya dari kejauhanlah gunung itu nampak biru dan indah, namun setelah kita dekati, akan nampak bukit-bukit curam, pohon-pohon raksasa, hutan, dan bahkan mungkin beberara binatang buas. Kata-kata yang memperindah tidak akan berguna dalam hal ini.
Doa
Kepada pemeluk Teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh
Tinggal kerdip lilin di dalam sunyi

CayaMu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk

Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
Di pintumu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Ada kaitan erat antara aliran impresionisme dengan aliran realisme. Keduanya melukiskan kekayaan secara obyektit. Penyair benar-benar menghadirkan apa yang oleh Dr. Teeuw sebagai "dunia sekunder" dalam puisinya, yakni sebuah dunia yang ditampilkan setelah melalui proses pengolahan dalam batin penyair.

3.  Aliran Realisme Sosial
Kenyataan yang digambarkan oleh aliran realisme sosial adalah kenyataan yang dialami oleh golongan masyarakat yang menderita, yakni kaum buruh dan tani. Penggambaran kenyataan ini dimaksudakan untuk membangkitkan pertentangan kelas, yakni bangkitnya kaum buruh dan tani apa yang oleh golongan komunis sebagai kaum borjuis atau kapitalis. Yang di pentingkan realisme sosial adalah kenyataan hidup golongan revolusioner, atau golongan yang berpihak pada buruh dan tani.
Antri uang pensiun
Dan dilangit:
Para teknokrat berkata:

Bahwa bangsa kita adalah malas
Bahwa bangsa mesti di bangun
Mesti di up-grade
Disesuaikan dengan teknologi import
.............................................(1977)
4. Aliran Ekspresionisme
Para penyair ekspresionisme tidak mengungkapkan kenyataan secara obyektif, namun secara subyektif. Yang di ekspresikan jiwa, creato, bukan mimesme. Namun demikian kadang-kadang penyair realis juga bersikap ekspresionistis, yakni jika ekspresi jiwayanya tidak berlebih-lebihan, tetapi apa adanya.

Sajak ekpresionisme tidak menggambarkan alam atau kenyataan, juga bukan penggambaran kesan terhadap alam atau kenyataan, tetapi cetusan langsung dari jiwa. Cetusan itu bisa bersifat mendarah daging seperti sajak "aku" karya Chairil Anwar di bawah ini.
Aku

Kalau samapai waktu
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi
Puisi diatas merupakan ekpresi jiwa penyair yang menginginkan kebebasan dari semua ikatan. Penyair tidak meniru atau menyatakan kenyataan alam, tetapi mengungkapkan sikap jiwanya.

5.  Aliran Impresionisme
Diatas telah saya kemukanan bahwa impresionisme merupakan perkembanagan dari realisme. Kenyataan dalam impresionisme menimbulkan kesan-kesan dalam diri penyair. Apa yang dikemukakan dalam sajak adalah kesan penyair setelah menghayati hidup itu. Adapun obyek kenyataan itu dapat berupa manusia, peristiwa, benda, dan sebagainya. Namun perlu di ingat bahwa kenyataan itu bukan hanya di gambarkan apa adanya, namun lebih dari itu harus bisa menimbulkan kesan, atau untuk mengemukakan kesan atau maksud pribadi penyair.
Permpuan-perempuan Perkasa

Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta
                         Dari manakah mereka
Ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
Sebelum peluit kereta pagi terjaga
Sebelum hati bermuda dalam pesta kerja

Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta
                          Kemanakah mereka
Mereka berlomba dengan surya menuju ke gerbang kota
Merebut hidup di pasar-pasar kota

Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta
                         Siapakah mereka
Akar-akar dari tanah perbukitan turun kekota
Mereka; cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa

(Hartoyo Andangjaya, 1963)
6.  Aliran Imajis
Menurut kaum imajis, kenyataan harus dilukiskan dalam imajis visual yang jernih dan jelas. Kata-kata dipilih secara cermat dan efisien. Kenyataan apa yang di kemukakan. Bahasa yang di pilih adalah bahasa sehari-hari dengan ritme yang tidak mengikat. Kata di pandang segala-galanya. Disamping mengungkapkan gagasan penyair yang hendak di ungkapkan.

Puisi kaum imajis sering mirip prosa. Hal inidisebabkan karena penyair ingin menggunakan bahasa sehari-hari. Sering pula penyair merasa imajinya sudah di ketahui pembaca, sehingga larik-lariknya terpotong tidak dilanjutkan atau di biarkan menggantung.
Peristiwa Pagi Tadi

Padi tadi seorang sopir oplet bercerita kepada tukang warung
Tentang lelaki yang terlanggar motor waktu menyebrang
Siang tadi pesuruh kantor bercerita kepada tukang warung tentang
Sahabatmu yang terlanggar motor waktu menyebrang membentur
Aspal, lalu beramai-ramai diangkat ketepi jalan

Sore tadi tukang warung bercerita kepadamu tentang aku yang
Terlanggar motor waktu menyebrang, membentur aspal, lalu
Diangkut beramai-ramai ketepi jalan dan menunggu setengah jam
Sebelum di jemput ambulan dan meninggal sampai di rumah sakit

Malam ini kau ingin sekali bercerita kepadaku tentang peristiwa itu.

(Sapardi Djoko Darmono, 1983)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar